FreSh! Fallen Dotcoms

I know, kita masih terlena dalam euforia Pesta Blogger+ 2010. Tapi kita jangan lupa bahwa ada beberapa agenda penting yang mendahului event besar tersebut. Salah satunya adalah FreSh! Fallen Dotcoms. Event bulanan ini seharusnya diadakan pada Rabu (27/Okt) kemarin, namun dipindah ke Jumat (29/Okt) akibat bentrok dengan 2 acara lain. Bagi saya acara ini justru menjadi semacam pembuka yang asyik untuk Pesta Blogger+ 2010 yang diadakan esok paginya. Acara yang diadakan di Thamrin City kali ini menampilkan topik unik yang menggelitik rasa penasaran saya: Fallen Dotcoms. Judul “Fallen Dotcoms” mengingatkan saya pada istilah “Fallen Warriors”; sebuah istilah bagi para pejuang-pejuang yang gugur di medan perang. Dan memang begitulah situasi yang dialami oleh para “pejuang” dotcom dunia (termasuk Indonesia) ketika bisnisnya rontok satu-per-satu pada era internet pertama. Oleh karena itu sesi FreSh! kali ini menghadirkan para pejuang dotcom tersebut untuk belajar dari kegagalan mereka.

Saya sudah mengikuti 2 sesi Fresh! sebelumnya yang selalu menghadirkan minimal 3 presenter yang membagikan pemikirannya secara bergantian. Nah, kali ini FreSh! mengambil format talkshow yang menghadirkan Aria Rajasa (ex CEO sharingfoto.com), Surya Witoelar (ex CEO koridor.com dan nasgor.com), Akbar Zainuddin (ex CEO ojolali.com), dan Dibya Pradana (technical development radioclick.com). Dengan Mas Chandra Marsono sebagai moderator, diskusi langsung berjalan cepat dengan pemaparan singkat dotcom masing-masing dan alasan penutupannya.

Pemaparan

Akbar Zainuddin mengawali dialog dengan menceritakan konsep portal berita ojolali.com yang pada awalnya digawangi oleh sekelompok orang berbasis IT dan difokuskan sebagai laboratorium teknologi. Konsep yang dijalankan adalah newsletter berlangganan yang dikirimkan ke sekitar 20,000 anggota dan pada masa puncaknya sempat meraih omset Rp 25 juta / bulan. Meski demikian, pemasukan tersebut tidak mampu menutup ongkos operasional perusahaan. Di sisi lain, jenis usaha yang berjalan justru berupa konsultasi strategis IT untuk pihak ketiga seperti bank. Pada akhirnya ojolali.com tutup karena tidak ada yang bersemangat menjalani.

Lalu Aria Rajasa melanjutkan diskusi dengan menceritakan konsep situs sharingfoto.com yang memungkinkan pengguna mengunggah fotonya ke internet. Namun berbeda dengan Flickr yang hanya sampai tahap mengunggah foto, portal sharingfoto.com memberikan opsi pada pengguna untuk mencetak fotonya dan dijadikan hadiah seperti kaos, dsb. Portal yang digawangi 5 orang berbasis IT ini dijalankan dengan business plan seadanya namun mampu menghasilkan omset sekitar Rp 7-8 juta / bulan. Meski demikian, angka ini tetap tidak mampu menutup ongkos operasional dan total kerugian mencapai Rp 80 juta. Pada akhirnya sharingfoto.com tutup juga setelah berjalan selama 2 tahun.

Mas Dibya Pradana dari radioclick.com sebenarnya “ditembak” sharing oleh pengurus FreSh karena kebetulan hadir untuk menemui John Tumiwa yang akhirnya berhalangan. Ide awal radioclick.com adalah penggabungan 2 media, yakni radio dan internet (click). Bidang radio dikelola oleh Maxima (Prambors, etc.) dan mengajak para pendengar radio tersebut masuk ke e-commerce dengan cara membuka toko online. Nah, dotcom ini sepertinya lebih serius memperhatikan aspek bisnis; kegiatan operasional dijalankan oleh 20 orang dan tenaga-tenaga marketing banyak yang bergabung. Namun problem yang mereka hadapi adalah konsep e-commerce yang belum jelas sehingga barang-barang yang dijual adalah barang-barang yang “remeh” seperti permen (?). Lalu infrastruktur payment gateway juga belum siap ditambah dengan keraguan masyarakat terhadap keamanan transaksi online. Akhirnya radioclick.com pun gugur juga dengan alasan yang sama: pemasukan tidak menutup biaya operasional.

Terakhir Surya Witoelar hadir menceritakan bisnis koridor.com yang sempat serius menjalani portal berita tersebut dengan “membajak” para profesional di bidang jurnalisme untuk mengembangkan portalnya. Sedangkan nasgor.com dikonsepkan sebagai portal gaya hidup dan hiburan. Sempat meraih 220 ribu hits / hari, kedua dotcom ini akhirnya gugur juga karena pengguna internet pada waktu itu masih sedikit dan traffic yang ada tidak bisa diubah menjadi uang. Konsep bisnis memang ada, jelas Surya, namun momentum yang terlambat membuat kedua portal ini tidak mampu bertahan.

Apa yang salah?

Berkaca dari pengalaman para narasumber yang pernah mengalami kegagalan di bisnis dotcom, pelajaran apa yang dapat kita petik? Saya menangkap kesan bahwa bisnis dotcom, paling tidak di Indonesia, yang berkembang di era pertama itu lebih karena euforia dotcom yang berkembang di luar negeri. Masyarakat dunia menyadari bahwa internet adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak dan akan menjadi masa depan kita. Semangat itulah yang ditangkap oleh para pengusaha kita dan ramai-ramai orang memindahkan bisnisnya ke dunia online.

Namun yang kurang dibaca oleh para pengusaha tersebut adalah pasar Indonesia yang “lambat panas” terhadap masuknya internet. Sebagian orang masih meributkan masalah sensor, lalu pengguna internet pada waktu itu masih belum seberapa (600 – 800 ribu). Akses internet yang masih lambat (koneksi dialup dengan kecepatan 56 Kbps) dan mahal membuat sebagian besar memilih mengakses internet melalui warnet (yang waktu itu juga bertarif mahal sampai Rp 10,000 / jam). Perilaku pengguna yang masih dalam tahap “eksplorasi” termasuk membuka situs-situs yang sekarang banyak disensor (hayo ngaku!), keengganan menggunakan layanan berbayar dan keraguan terhadap sistem pembayaran online membuat para pengusaha dotcom waktu itu bagaikan “kerja bakti” saja dalam melayani pelanggan.

Terlepas dari faktor-faktor eksternal tersebut, yang menentukan sebuah bisnis dotcom untuk dapat bertahan atau gulung tikar adalah konsep usaha. Para pelaku usaha yang umumnya berbasis IT hanya fokus pada bagaimana sebuah portal dapat sukses tampil online tanpa mempertimbangkan aspek bisnisnya lebih jauh. Kemudian interaksi dengan pengguna murni hanya bersifat online; hampir tidak ada yang menjangkau pelanggan berbasis komunitas atau lewat event-event secara offline.

Dotcom era baru

“Pelajaran berharga,” demikian komentar Aria Rajasa ketika mengenang kegagalan sharingfoto.com. Paling tidak meski gagal dalam berbisnis, deretan dotcom tersebut turut membangkitkan kesadaran masyarakat Indonesia dalam berinternet. Sebagian dari para pembicara tersebut sudah memulai lagi bisnis online namun dengan pendekatan berbeda. Aria, misalnya, memulai gantibaju.com yang menekankan pada attraction melalui promo offline. Komunitas menjadi sasaran utama portal ini di mana desain kaos yang mereka tawarkan dibuka kepada siapapun yang tertarik mengasah kemampuan desain sekaligus mendapatkan penghasilan. Hal ini juga diamini oleh pembicara lainnya yang mengatakan bahwa portal hanya berfungsi sebagai sarana publikasi sedangkan event offline berperan penting dalam meraih pasar.

Kehadiran social media juga menjadi penting karena membantu penyebaran informasi dengan cepat. Konsep viral marketing berlaku di sini karena orang lebih percaya perkataan teman daripada vendor sehingga kita mesti pandai menyiasati agar social media membantu promosi kita. Dengan adanya social media, maka orang akan terbiasa melakukan segala sesuatunya di internet termasuk mencari produk dan berbelanja. Memang masih ada yang mengganjal seperti stigma negatif terhadap pembayaran online yang belum banyak berubah, namun melalui edukasi secara konsisten melalui tatap muka atau acara-acara offline, keraguan ini akan pelan-pelan memudar.

Pesan terakhir yang saya tangkap adalah kita harus siap dengan business plan yang baik ketika akan memulai dotcom. Sederhana saja, treat it like a business. Berbisnis di dunia maya dan dunia nyata sekarang sudah tipis perbedaannya dan online presence sudah menjadi norma yang tidak dapat ditolak lagi. Dengan perhitungan bisnis yang matang, kita akan sanggup bertahan hidup bahkan jika suatu saat terjadi bubble burst untuk yang kedua kalinya. Amit-amit! 😀

Ngomong-ngomong, bagaimana kawan? Siapkah kita memulai startup lokal? Ditunggu sharingnya ya 😀

Image credit:

Freshyourmind.com

Satya Witoelar (twitter.com/satya)

Rubikintegration.com

28 thoughts on “FreSh! Fallen Dotcoms

  1. Nama saya Dibya Pradana dan klarifikasi sedikit mengenai makna kata “kreator” radioclick.com dalam hal ini sekedar bagian Technical Dev ya (IT Supervisor), bukan “founder” apalagi di posisi management :).

    But thanx for writing this blog.. mudah2an berguna untuk teman-teman yang akan mulai bikin dot com..

    Like

    1. Kata “kreator” saya dengar sepintas waktu acara Mas. Tapi terima kasih banyak atas koreksinya 😀
      And thanks juga telah mencantumkan nama lengkap dengan ejaan yg benar.
      *meluncur mengedit*

      Like

  2. Thank 4 the coverage Brad. Semoga dapat membantu para startup-startup yang kini sedang kembali bergairah agar lebih prepared dan tidak mengulang kesalahan yang lalu.

    Aku link posting ini ke websitenya FreSh ya. Thanks.

    Like

  3. Startup lokal ternyata udah lama muncul ya? Dan ngeri juga, mereka gulung tikar gara-gara penghasilan nggak bisa nutup biaya operasional.

    Kemarin nggak dikupas juga ya, berapa total dana yang dikucurkan untuk mendirikan startup?

    Like

    1. kemaren memang gak mengupas soal biaya. menurut saya itu sangat tergantung pada jenis startup yg didirikan. jadi balik lagi, business plannya seperti apa?! 😀
      thanks komentarnya.

      Like

  4. wahh…maap malam itu gak bisa mengikuti undangannya Mas, padahal keknya menarik banget ya..

    mungkin beberapa saat ke depan kita perlu membahas juga tentang fallen blogger :D, blogger2 yang dulunya termasuk aktip (bahkan mungkin sudah jadi seleblog) trus tiba2 sekarang udah pada gugur..

    nice share anyway

    Like

    1. wakakakak, ide yang menarik tuh bro, fallen blogger. perlu ditindaklanjuti. tapi apa gak jadi semacam sesi pengadilan kalo mereka pada diundang utk sharing?! 😀

      Like

  5. Kehadiran jejaring sosial menurut saya bisa membuat peluang bisnis dunia maya makin lebar di era sekarang. Belum lagi tarif internet yang semakin murah.

    Saya punya beberapa teman yang punya toko online, dan ditopang dengan jejaring sosial. Memang siiih… kerjanya sambilan. Tapi mereka gak rugi karena beli domain sekarang murah, atau bisa make blog gratisan seperti multiply.

    Kalau konsep bisnis oke, saya rasa era sekarang era yang tepat untuk mengembangkan bisnis online 🙂

    Like

    1. Kenapa mesti ngeri mas? startup lokal macam dotcom itu gak ada bedanya dgn bisnis lainnya kok. asal bisa membaca pasar dan mempunyai perhitungan matang, pasti sukses 😀

      Like

    1. lah, komentar si akang masuk ke moderasi. emang itu alamat blog baru ya kang?! hehe
      soal startup, saya juga tertarik utk mendalami lebih lanjut. pasti asik nih kalo ada kesempatan kolaborasi 😀

      Like

  6. jadi gitu ya alasannya mengapa para dotcomers startup gulung tikar, kurangnya perpaduan antara segmen online dan offline. dari sini mungkin bisa belajar bahwa old style marketing (b2c, word of mouth de el el-saya sebut ini old style karena masih person based, bukan technology based) masih dan dalam hal marketing tetep harus jadi pertimbangan utama, makasih buat review-na, nice info bro. ^^

    Like

    1. Oya, acara ini sudah cukup lama berlangsung tiap bulan di Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Sebetulnya sih terbuka aja utk diadakan di kota lain termasuk Manado, hanya mungkin soal teknisnya perlu dibicarakan. Eh btw saya bukan pengurus FreSh lo ya. Cuma partisipan aja. hehe

      Like

  7. Belum pernah ikutan FreSh… kalau tahu materinya bagus2 kayak gini jadi next ingin ikutan deh 😀

    Wah ternyata cukup mengerikan ya sejarah start up lokal kita yang rata-rata gulung tikar.

    Perpaduan bisnis online dengan pemasaran dan jaringan secara offline sepertinya patut untuk dicoba. So, siapa takut untuk start up lokal? :))

    Like

Leave a comment