Junaedi, pemandu perjalanan saya di Dukuh Duplak yang sedang cuti kuliah demi mengurus kebun kopi dan anak-istrinya itu terus-menerus nyengir seharian menyaksikan saya jatuh-bangun merayapi punggung bukit.
“Njenengan pemecah rekor lo, Mas,” ucapnya berulang-ulang sambil memberikan dorongan semangat.
Iya sih, pemecah rekor pendaki dengan angka berat badan tertinggi dan durasi perjalanan terlama mungkin, ya?
Tapi sebenarnya untuk apa sih saya ke mari? Nantikan di tulisan selanjutnya. 🙂