Monthly Archives: September 2012

Pikir-Pikir Perubahan Iklim

Bumi semakin panas. So what?

Sebuah diskusi digelar antara UNDP dengan para blogger Senin malam (24/Sep/2012) lalu yang bertempat di kantornya di Jakarta. Dalam diskusi ini UNDP hendak merumuskan pemikiran bersama dengan para aktivis media sosial di Indonesia dan khususnya para blogger mengenai isu-isu hangat tentang lingkungan hidup dan perubahan iklim dunia. Sebenarnya diskusi ini digelar tidak hanya di Jakarta saja namun di seluruh dunia dalam rangka Social Good Summit 2012, sebuah meetup berskala global yang mempertemukan aktivis masyarakat dari berbagai sektor dan bersama-sama memikirkan masalah dan solusi yang menghadang warga dunia, yakni perubahan iklim yang semakin drastis.

Social Good Summit 2012, UNDP – IDBlogNetwork, Jakarta – Indonesia (sumber: Amril Taufik Gobel)

Saya datang malam itu dengan pikiran kosong; dalam arti siap menerima masukan apa saja dan mengeluarkan opini apa saja yang terpikir di kepala tanpa menjejali otak dengan referensi dan pemahaman mendalam tentang isu-isu terbaru. Dan ketika diskusi dibuka oleh Anjari Umarianto selaku moderator, kesan bahwa saya tidak sendirian langsung terasa. Meski semua peserta yang hadir paham apa saja isu umum yang mengancam bumi kita, hanya sedikit yang benar-benar menyadari keseriusan masalah dan sudah melakukan langkah-langkah tertentu untuk mencegahnya. Yang saya pikirkan dan utarakan saat itu adalah bahwa saya telah menyadari bahwa perubahan iklim dan pemanasan global telah sampai pada titik ‘no turning back’ dan usaha apa pun yang kita lakukan tidak akan mampu menghentikan gejala alam ini. Dengan segera saya lalu dimasukkan ke dalam kelompok ‘pesimistis’ oleh Eyang Anjari dan yah, mungkin itu ada benarnya. 😀

Saya sudah sebut di atas bahwa saya datang apa-adanya dan siap belajar. Jadi bagaimana status bumi kita sekarang? Berikut beberapa fakta yang terdengar dalam diskusi Senin lalu:

1. Sekitar 900 juta penduduk Asia-Pasifik hidup di bawah garis kemiskinan; 70% di antaranya tidak mendapat akses ke fasilitas sanitasi dasar seperti air bersih.

2. Pertumbuhan mobil pribadi di Jakarta melebihi 10% per tahun; tercepat di Asia.

3. Gas metana ekses produksi pertanian menyumbang 18% terhadap pemanasan global; asap kendaraan bermotor di seluruh dunia menyumbang 13%.

4. Garis pantai sepanjang 5 kilometer di Muara Gembong, Bekasi, telah habis oleh abrasi pantai dan menyapu rumah-rumah penduduk di kampung nelayan.

5. Dalam 10 tahun terakhir, terlepas dari segala kampanye lingkungan hidup global, kondisi bumi terus memburuk dan eskalasinya semakin mengkhawatirkan.

Apa yang bisa kita lakukan sekarang kalau upaya apapun tidak membuahkan hasil dan bumi lama-lama akan ‘mati’ juga? Sejenak pandangan pesimis ini mengemuka begitu jelas sehingga saya merinding sendiri membayangkan seperti apa bumi yang akan kita tinggalkan bagi anak-cucu kita.

Mitigasi & Adaptasi

Seberapa berat pun kondisi bumi kita, saya sadar bahwa kita tidak memiliki bumi lain dan inilah satu-satunya taruhan masa kini dan masa depan umat manusia yang harus kita pertahankan dan perbaiki. Tindakan radikal berupa mitigasi mutlak perlu dan telah banyak dilakukan di seluruh dunia guna meminimalisir dampak bencana dan menghindari sebanyak mungkin jatuhnya korban. Dari data-data di atas nyata bahwa masyarakat miskin adalah lapis pertama yang akan terdampak oleh bencana lingkungan; curah hujan yang abnormal saja mampu mematikan beberapa mata pencaharian petani dan nelayan. Selain mitigasi, kita juga perlu beradaptasi dengan kondisi lingkungan baru yang, meski tidak semakin nyaman, paling tidak masih sedikit memberi ruang bernafas bagi penghuninya.

Dari pemaparan umum tentang kondisi lingkungan hidup, diskusi lalu mengerucut ke arah bagaimana kita sebagai aktivis media sosial dapat berperan sebagai agen perubahan perilaku masyarakat terhadap pelestarian lingkungan. Blogger maupun pegiat media internet lainnya tak urung telah menjadi patokan bagi perilaku masyarakat umum karena eksistensi kita di media melebihi yang lain dan kita sanggup membawa pesan-pesan penting untuk tujuan yang lebih baik. Sekian usulan sudah terdengar namun saya mencatat beberapa yang berkesan saja:

1. Suarakan status bumi dan langkah-langkah antisipasi bencana melalui jaringan internet di segala kanal.

2. Ubah pandangan orang melalui tulisan mendalam yang persuasif guna meningkatkan kesadaran akan lingkungan hidup.

3. Beri teladan dengan aktif melakukan sesuatu bagi kelestarian lingkungan melalui tindakan nyata sambil terus menyuarakannya di media sosial.

Topik penting lainnya yang mengemuka adalah bagaimana kita menciptakan kampanye yang sesuai sasaran agar isu yang nampak berat ini menjadi fun dan mampu memengaruhi orang lain dengan cepat. Beberapa teman mengusulkan event-event seru seperti lomba menulis, video, sampai traveling yang dikemas khusus untuk kampanye lingkungan. Mas Tomi Soetjipto, Communication Analyst UNDP di Indonesia bahkan sampai menayangkan video kampanye lingkungan yang pernah dibuat dan membuka kesempatan dikritik seluas-luasnya oleh peserta yang hadir. Berikut video dalam Bahasa Indonesia yang berdurasi 42 detik ini:

Think Big, Start Small, Act Now

Meski berawal dari diskusi yang sangat global, langkah-langkah mitigasi dan adaptasinya ternyata sangat sederhana, yaitu mulai dari diri kita sendiri. Eka Situmorang, seorang blogger sekaligus kawan baik saya ternyata telah melakukan sesuatu yang sangat sederhana tapi mengenai sasaran, yakni diet kantong plastik. Ke mana-mana Eka selalu membawa tas kain dan menolak tiap kali ditawari kantong plastik oleh kasir pasar swalayan. Saya pun teringat pada Lita Uditomo yang disiplin memilah sampah di rumahnya serta mendukung komunitas Depok Berkebun dengan cara memanfaatkan lahan kosong di tempat tinggalnya guna ditanami pohon dan tanaman yang bermanfaat. Lalu apa yang bisa saya lakukan? Berikut beberapa komitmen saya:

1. Diet kantong plastik dengan ikut membawa tas kain dari sekarang dan mengurangi penggunaan plastik.

2. Meminimalisir penggunaan kertas dengan memanfaatkan kertas bekas untuk keperluan sehari-hari.

3. Menghemat listrik.

Sangat sederhana bukan? Sempat pula terbersit pemikiran bahwa usaha ini akan menemui jalan buntu ketika sampah yang sudah dipilah sebelum dibuang, misalnya, akan dicampur lagi oleh dinas kebersihan kota yang tidak paham pentingnya pelestarian lingkungan. Untuk itu langkah lain yang patut pula ditempuh adalah berkomunikasi secara positif dengan para penentu kebijakan publik agar mengambil tindakan yang pro-lingkungan hidup melalui tulisan-tulisan kita di blog dan media lainnya.

Saya akui, saya masih pesimis karena usaha-usaha kita seolah sporadis dan belum juga nampak hasilnya. Namun sekali lagi, kita tidak memiliki bumi lain. Yang kita wajib lakukan sekarang adalah mengajak sebanyak mungkin orang untuk berbuat sesuatu bagi keberlangsungan hidup dan masa depan kita.

Terima kasih kepada UNDP dan IDBlogNetwork atas undangan diskusi yang sangat mencerahkan. 😀

Sumber: Amril Taufik Gobel

Small Victories

Sudah sering saya didatangi oleh murid-murid dari beragam usia yang menyampaikan keluhan yang sama: “Kok Bahasa Inggris saya belum sempurna ya? Bagaimana sih caranya supaya bisa lancar berbahasa Inggris?”

Terhadap keluhan-keluhan seperti itu jawaban dan observasi saya selalu sama: murid-murid tersebut terlalu bernafsu mengejar ketertinggalan dengan cara memandang mereka yang sudah lama meraih sukses dan seringkali kecewa karena dirinya sendiri masih jauh di bawah. Biasanya saya akan memulai dengan memberikan pemahaman atas kondisi mereka sekarang dibandingkan dulu saat pertama kali mereka bertemu saya di kelas. Salah satu yang disoroti paling awal adalah percaya diri sebelum pindah ke aspek-aspek bahasa lainnya. Inti jawaban saya adalah: sebenarnya kamu sudah melangkah maju dan patut senang dan percaya diri atas pencapaianmu itu. Small victories adalah perasaan yang perlu selalu mereka pelihara agar pandangan terhadap diri sendiri tidak melulu negatif.

Namun karena posisi saya sebagai trainer yang sudah lebih dahulu maju, seringkali nasihat-nasihat tersebut terasa kosong bagi saya sendiri tanpa dampak yang berarti. Sampai minggu lalu saya lalu merenungkan lagi arti small victories.

Saya mematut diri di depan cermin memandang badan. Tinggi badan 170 cm, berat 83 kg. Jauh dari ideal! Sebenarnya saya tidak buta kok; sudah lama saya menyadari hal ini dan merasa perlu melakukan sesuatu untuk meningkatkan stamina dan menurunkan berat badan namun selalu alasan penghalangnya sepele: malas dan tidak ada waktu. Sampai akhirnya saya menerima sebuah undangan reuni SMP yang rencananya akan berlangsung awal Desember mendatang dan mendadak otak ini terkesiap: saya tidak mau bertemu mantan cinta pertama dalam kondisi yang sekarang! 😀 😀 😀

Maka hari itu juga keputusan pun dibuat. Saya akan mulai menurunkan berat badan dan pada akhirnya meningkatkan massa otot dengan cara berolahraga secara serius. Pilihan pertama pun jatuh pada jogging dan bersepeda seputar kompleks. Saya bangun pada jam 5 pagi berbekal air minum dan aplikasi lacak olahraga keren di Android, yakni Sports Tracker yang membantu saya mengukur stamina, kecepatan, hingga kalori yang dibakar. Hari pertama, badan langsung sakit-sakit karena kaget diajak berolahraga tiba-tiba dan saya tidur berteman dengan Counterpain pada malam harinya. Hari kedua, mulai optimis sedikit meski masih belum banyak kemajuan. Hari ketiga, saya mulai frustrasi. Kenapa?

Karena saya hanya terpaku pada jadwal reuni dan juga angan-angan memiliki tubuh ideal dalam waktu pendek. Namun ketika memandang kondisi tubuh sekarang yang jantungnya sudah berteriak ketika mencoba sprint, harapan pun seakan musnah. Hingga akhirnya saya malu sendiri karena pernah mengajarkan ilmu berharga kepada murid-murid namun ternyata saya sendiri tidak melaksanakannya. Itu tadi: small victories.

Kenyataannya meski baru lima hari berjalan, hasil-hasil pelacakan menunjukkan angka yang meningkat meski sangat sedikit. Buktinya, berat badan saya turun 1 kg dalam 5 hari. Ternyata saya bernafsu melakukan terlalu banyak sehingga tidak menghargai kemenangan kecil yang bisa dijadikan patokan untuk kemenangan kecil selanjutnya. Tapi syukurlah masih awal-awal begini saya sudah sadar sehingga ke depannya dapat terus berpikiran positif. Saya ingin bagikan pencapaian cupu tersebut kepada Anda:

Day 1
Day 5. Perhatikan perbedaan angka-angkanya dengan hari pertama.

By the way, ada satu lagu favorit saya ketika jogging. Lagu ini berjudul ‘We Change’ dan diciptakan oleh Nathan Hartono, seorang musisi muda Singapura yang karya-karyanya sangat asyik untuk dinikmati. Perhatikan video klip berikut yang ia ciptakan ketika menjadi duta Eco Music Challenge 2012. Nathan bereksperimen dengan bunyi-bunyian unik di sekitarnya. Bohong banget deh kalo Anda gak suka! 😀

Memasang ‘Photo Credit’ di Blog

Pada awal-awal mulai aktif kembali ngeblog di tahun 2010, saya pernah diingatkan oleh seorang kawan blogger, Dodi Mulyana, bahwa tulisan-tulisan saya cukup baik namun sangat datar karena tidak ada gambar. Waktu itu saya berdalih karena orang dapat saja membaca tulisan dan mengerti isi otak dan hati penulis. Namun argumentasi yang ia keluarkan juga tidak kalah valid, yakni gambar berfungsi sebagai penguat tema tulisan sekaligus kesempatan bagi pembaca untuk beristirahat dari kegiatan membaca yang monoton dan membosankan, terutama apabila tulisannya panjang.

Cukup masuk akal, pikir saya waktu itu. Namun protes berikutnya adalah saya tidak punya kamera yang keren sehingga tidak bisa mengunggah gambar yang bagus ke blog. Hal ini pun disanggah oleh Iman Sulaiman yang mengatakan bahwa kita dapat mengambil gambar dari internet asalkan mengutip sumbernya. Oke, hal ini saya terima baik dan saya lalu mulai mendisiplinkan diri memasang gambar setiap kali menulis di blog. Sebagian besar, bahkan hampir semua, tulisan saya berisikan gambar hasil pencarian di Google dan awalnya saya unggah ke blog apa adanya tanpa mencantumkan sumber apapun. Namun seiring bertambahnya kesadaran saya akan etika internet, maka disiplin mengutip sumber gambar pun dijalankan. Masalahnya adalah: saya masih belum paham bagaimana caranya mengutip sumber gambar dengan baik dan tidak ada sumber-sumber artikel di internet yang memberikan penjelasan menyeluruh tentang ini.

Oleh karena itu yang kemudian saya lakukan adalah menggunakan berbagai pendekatan dalam mengutip sumber gambar tanpa paham yang mana sebenarnya yang baik dan benar. Berikut ini saya akan memberikan contoh pengutipan sumber-sumber gambar yang biasa saya lakukan. INGAT, SAYA TIDAK MENYAJIKAN TIPS. Saya justru sedang bertanya kepada Anda dan berharap dikoreksi.

1. Menyebutkan nama blog

Cara ini biasa saya lakukan ketika mengunggah gambar dan memberikan komentar di bawah gambar dan mengutip sumber dengan cara menyebutkan nama blog atau domain saja tanpa keterangan tambahan. Contoh:

Panorama Jakarta (sumber: indonesiaforyou.com)

2. Memasang URL pada kata dalam kalimat

Cara ini kadang saya lakukan bila tidak ingin menuliskan komentar di bawah gambar namun memilih menjelaskannya dalam kalimat terpisah. Terkadang URL saya lekatkan pada kata yang tidak mengandung keyword khusus, seperti ‘sini’ atau ‘ini’. Contoh:

Di atas adalah gambar boyband asal Korea, Super Junior, yang sedang bersiap konser di Shanghai World Expo (gambar diambil dari sini).

3. Memasang URL di akhir tulisan

Kadang saya merasa bahwa pencantuman sumber ke pemilik gambar yang berdekatan dengan gambar tersebut mengganggu sehingga saya memilih mencantumkannya di bawah / akhir tulisan sebagai bagian dari catatan kaki. Contoh tidak perlu lah ya. 😀

4. Tidak mencantumkan sumber

Cara terakhir ini diambil apabila gambar tersebut saya temukan di sebuah blog Indonesia yang tidak mencantumkan pemilik aslinya sehingga saya kesulitan melacak di Google, namun saya tidak ingin menggantinya dengan gambar lain karena gambar tersebut sudah sesuai dengan ide tulisan. Jadi saya biarkan begitu saja atau menambahkan caption: (sumber: tidak diketahui).

Kadang peniadaan kutipan juga bisa disengaja apabila gambar tersebut sudah mencantumkan signature pemiliknya. Seperti misalnya:

***

Sekarang saya ingin bertanya: Bagaimanakah Anda mencantumkan sumber gambar? Adakah saran pencantuman sumber gambar yang baik dan beretika?

Ditunggu komentarnya. 😀