Dieng seolah sudah menjadi mantra yang menghantui mimpi saya di bulan-bulan terakhir tahun lalu, khususnya ketika sedang tinggal di Jepara. Namun baru pada bulan Desember saya akhirnya berkesempatan mengunjunginya setelah menghadiri perhelatan Blogger Nusantara 2013 di Yogyakarta. Dengan bermodalkan selembar jaket tebal saya lalu kasak-kusuk mencari rute terefisien (baca: termurah).
Dari Terminal Jombor di Yogyakarta saya harus naik bis ke terminal Magelang dulu baru kemudian lanjut ke Wonosobo. Tiba di Terminal Wonosobo, saya memilih lanjut naik angkot ke arah Alun-Alun Wonosobo dan turun di satu perempatan sebelah utara alun-alun, tepatnya sesudah SD Pius. Di situlah biasanya bis-bis jurusan Dieng-Batur menunggu penumpang. Kalau dihitung-hitung, total saya menghabiskan waktu sekitar 4-5 jam dari Jogja untuk sampai ke Dieng dalam ritme yang sangat santai diselingi makan dan plangak-plongok kedinginan di seputar alun-alun. Ya, siang hari di kota Wonosobo dinginnya melebihi Bandung di malam hari,
Ada beberapa tempat wisata menarik untuk dikunjungi di seputar Dataran Tinggi Dieng dan rasanya sayang kalau saya rangkum dalam 1 tulisan saja. Jadi saya akan membaginya dalam beberapa tulisan dan gambar ya.
Telaga Warna
Lokasi Dieng sangat unik secara administrasi. Jika kita sampai di perempatan Dieng, itu adalah desa terakhir di Kabupaten Wonosobo. Jalan ke kanan sekitar 100 meter saja kita sudah menemukan gerbang selamat datang ke Kabupaten Banjarnegara. Jadi lokasi-lokasi wisata di sini terbagi dua: ada yang di Wonosobo, ada pula yang di Banjarnegara. Telaga Warna sendiri terletak di wilayah Wonosobo dan dapat ditempuh sekitar 5-10 menit saja dengan kendaraan bermotor. Tetapi pemilik penginapan Bu Djono, yang juga menjual jasa pengantaran, malah menyarankan saya jalan kaki saja karena cukup dekat. Usul itu sangat saya apresiasi dan melangkahlah saya ke arah selatan melalui jalan raya yang mulus. Tiba di gerbang utama kawasan wisata Dieng dan membayar tiket Rp 18,000.- lalu belok kanan di pertigaan pertama, akhirnya sampailah saya di kawasan Telaga Warna. Tiket masuknya Rp 2,000.- saja.
Aduh, bagaimana saya mesti menggambarkan suasana Telaga Warna, ya?
Saya cuma bisa termenung memandangi kumpulan air tenang berwarna biru kehijauan di sore gerimis itu. Setitik riak pun tidak ada, hanya ketenangan yang membius meski sesekali ditingkahi keceriaan para turis yang dengan centilnya foto-foto dengan berbagai gaya di tepi danau. Awas, jangan sampai tercebur ke air karena entah kandungan apa di dalamnya yang bisa berbahaya bagi makhluk hidup.
Seorang penjaga mengingatkan saya untuk segera bergerak karena jalan setapak menuju Telaga Pengilon akan melalui sisi danau yang rimbun dan cepat menjadi gelap di petang hari. Maka saya menyusuri pinggiran telaga pertama dan semakin masuk ke hutan. Benar memang, hutan itu sunyi dan remang-remang. Segera saya jauhkan pikiran aneh-aneh dari kepala sambil komat-kamit. Ketika akhirnya pohon-pohon seolah menyingkir dan menyibakkan area terbuka, saya pun bernafas lega. Susur sedikit lagi, sampailah saya di telaga sebelahnya, Telaga Pengilon.
Meski terletak persis di sebelahnya, Telaga Pengilon ini tidak berwarna-warni. Sejatinya danau ini jernih seperti kaca, namun saat itu airnya terlihat kecoklatan akibat sedimentasi. Danau inilah yang menyuplai air ke danau di sebelahnya. Suasana di sini jauh lebih sepi; cuma ada sepasang kekasih yang gelendotan di atas sebatang kayu dan agak kagok ketika saya datang. Saya hanya tersenyum sambil berkata jangan kuatir, saya tidak akan mengganggu, teruskan saja. Kami pun kembali terdiam di tempat masing-masing hingga akhirnya saya jatuh tertidur sekitar 15 menit. π
Aneh memang, namun saya bersyukur bisa berkunjung ke mari sendirian dan bukannya bersama segerombolan krucil yang ribet. π Suasana kedua telaga memang mudah menghanyutkan pikiran orang-orang yang hendak menyepi untuk merenung dan berdoa. Bahkan di hutan kecil di antara kedua telaga terdapat kompleks Gua Semar yang konon kerap dijadikan tempat bersemedi sejak zaman Majapahit dahulu guna meminta wangsit. Saya sempat masuk ke area hutan itu sebelum mengurungkan niat meneruskan berjalan. Aura mistis kuat terasa.
Tuhan seolah mengerti bahwa saya sedang membutuhkan ruang untuk bernafas. Maka saya menarik nafas dalam-dalam di setiap titik pemandangan dan pikiran terasa melayang-layang dalam senyap. Bukan hanya saya; bahkan ketiga sahabat kecil yang biasanya cengengesan di sekolah ini juga duduk berdiam hingga senja.
Geliat Petani
Kawasan Dieng terkenal dengan industri pertaniannya yang maju pesat. Memang bukit-bukitnya menjadi terlihat ‘gundul’; namun sebagai gantinya deretan bukit dan lembah ini membawa berkah hasil bumi yang luar biasa segar dan manisnya. Di sinilah saya berkenalan dengan buah Carica, atau disebut juga Pepaya Gunung. Buah ini termasuk dalam famili pepaya atau Bahasa Inggrisnya disebut Squash. Selain itu, kentang dan cabai (bukan cabe-cabean) juga menjadi komoditas utama. Demikian pula wortel, sawi, kol, dan beberapa jenis sayuran lain. Hmmmm…
Telaga Warna adalah tempat di mana saya dengan mudah berdamai dengan diri sendiri, alam, dan Pencipta. Kunjungan di sore itu seolah menjadi ‘inisiasi’ untuk menantang nyali di lokasi berikutnya: Kawah Sikidang!
(bersambung)
ah… pemandangannya bikin tentram..
ada estimasi biaya untuk perjalanan dari Jakarta ke Telaga Warna?
LikeLike
Yg penting naik bis Jkt-Wonosobo sih. Perjalanan 12 jam, biaya 100-150rb tergantung pilihan bisnya.
Dari Wonosobo butuh 20rb utk naik angkot ke alun-alun dan bis sampai Dieng. Penginapan termurah mulai dari 50ribu per malam juga ada π
LikeLike
Indah sekali telaganya kang. π
Bikin mata dan jiwa damai.. π
Salam..
LikeLike
Salam juga. Nanti saya main ke blogmu lagi deh π
LikeLike
Kemarin waktu ke Jogja (lagi), saya cuma melewati persimpangan menuju kawasan wisatanya saja. Melihat foto2 di atas sepertinya kapan waktu saya harus kesana juga om π
LikeLike
Keren banget lo. Atau sekalian kita bikin blogger trip aja? π
LikeLike
luar biasa, indah sekali mas.
LikeLike
terima kasih π
LikeLike
Ngelihatnya saja sudah terasa tenang dan damai gimana kalau datang secara langsung tu…
Nice share dan selamat menikmati keindahan maupun suasana di Telaga Warna π
LikeLike
Terima kasih π
LikeLike
buah papaya cukup unik sekali.. agak berbeza dengan yang ada di rumah
LikeLike
Memang berbeda sekali. Kalau di Malaysia, tempat setinggi Genting Highlands pun tak sanggup dia tumbuh. Entahlah kalau di Kinabalu ya π
LikeLike
Carica dan mie ongklok (kalau gak salah inget), itu aja yang suka gue cari di Wonosobo. Kalau Dieng, kentangnya….bikin nagih *ngiler*
LikeLike
Iya. Kentang gorengnya nagihin slurp
LikeLike
Jadi ingat 5 tahun yg lampau. Saat itu KKN di Wonosobo. DI desa Tlogojati. Kalao dari Terminal ke arah kota sebelumnya ada jalan terus lurus.
Hawa yang sangat dingin saya aja 40 hari mandi bisa dihitung jari. Apalagi nyuci hahaha.
Kalo di Dieng say bergerombolan dgn Pak Lurah dan teman2 pertama di kawah Sikidang, lalu ke Telaga Warna, pengioln kita lewatin karena masuk ke Museum Dieng (sebelum Pengilon cari arah kanan).
Banyak juga obyek yg saya datangi lha lama juga disitu sampe sebulanan lebih
LikeLike
sebulan di Wonosobo? Wah asik banget tuuuh
LikeLike
waaaaaaaa.. jalan2 moloooo ni om brad.. kan jadi mupeng *ezzzz.. kabooor
LikeLike
Dinda dibawa jalan2 juga dong Mim π
LikeLike
omm sekali2 aja dong ke telaga… disini sungai aja yang diliat, gak bersih lagi -__-
LikeLike
Hahaha kapan datang ke Jawa lagi?
LikeLike
Pingin sebenarnya bisa liburan gitu… awal tahun ini kayaknya kok enakan di rumah aja.. Maklum musim hujan, pemandangannya biasanya mengecewakan soalnya langit akan sering berwarna abu abu karena mendung weheheh…
LikeLike
Iya kurang seru kalo mendung terus
LikeLike
Wah Dieng ini memang eksotis banget telaganya, apalagi distu juga ada candi2 yang bikin kita merasakan feel jaman kerajaan dahulu
pernah beberapa kali kesana, diajakin backpaker sama guru les inggris, sungguh luar biasa π
LikeLike
Asik banget tuh bro
LikeLike
tiket masuknya murah ya…
sumpah keren banget telaga warnanya…
bisa renang ga sih disana?
anyway pepaya nya lucu kecil2 bgt…
nyobain beli carica itu ga? rasanya gimana?
LikeLike
telaga warna gak bisa renang.
carica? rasanya kayak manisan tapi less sugar dan seger banget. ketagihan!
LikeLike
sudah lama banget saya ke sana, mungkin 10 tahun yang lalu. jadi pengen ke sana lagi. keingat saat itu di sana sepi banget pengunjung. jadi enak buat melamun dalam kedinginan, heuhehe
LikeLike
ayuk ke sana bareng yuk π
LikeLike
adem.. tentram.. indah ya mas π jadi pengen ke sana π
LikeLike
ayo ke Dieng
LikeLike
jauh kayanya mas π¦
LikeLike
Tanpa warnapun kalau telaga tetap saja indah, apalagi dengan warna segala, seperti pelangi kali ya. Wah, kapan2 bisa mampir kalau pas ada acara kesana mas.
LikeLike
gak perlu pas ada acara bro. berangkat aja langsung π
LikeLike
padahal deket, tapi belum pernah ke dieng… pengen, apalagi adek berangkat pernah berangkat sama temen2 kampusnya. wah…
LikeLike
deket ya? emang tinggal di mana sih?
LikeLike
Weleh.. weleh… nyesel nggk ikut ajakan temen untuk kesana bulan lalu :O
Maen ke gunung prau nya juga nggk om? katanya view nya lebih lebih dari semeru
LikeLike
nanti bro, kalau udah kurusan rencananya saya mau ke gunung prau. hahaha
LikeLike
Telaga warna dieng ini menyimpan banyak aura mengagumkan, gw datang kesana waktu itu sore2 menjelang tutup. Suasananya sunyi dan bikin ati adem tentrem #ress π
LikeLike
waktu itu saya datengnya udah sore juga, emang ‘seru’ π
LikeLike
Wis harus masuk list kunjungan nih…
LikeLike