Pernah ngerasain berada di wilayah tak bertuan alias tak bernegara gak? Umumnya bagi yang berdiam atau jalan-jalan di daerah konflik, ada tempat-tempat tertentu yang berfungsi sebagai buffer alias penyangga di mana tak ada satu pihak bertikai pun yang boleh mengontrolnya agar kontak senjata dapat dihindari. Jadi benar-benar ‘tak bertuan’.
Di Asia Tenggara, konflik antartetangga umumnya sudah mereda kecuali di beberapa spot seperti wilayah sekitar Candi Preah Prasat Vihear di Kamboja yang juga diklaim oleh Thailand. Di sana bunyi tembakan masih terdengar dan kadang menewaskan tentara kedua negara. Oleh karena itu wilayah perbukitan di sekitar candi ditetapkan sebagai buffer dan akses ke candi, meski terbatas, masih dibuka agar peziarah dan wisatawan masih dapat masuk.
Di wilayah lainnya di perbatasan Kamboja dan Laos, ketegangan sudah lama berlalu meski faktor keamanan terutama penyelundupan barang dan orang masih menjadi problem. Oleh karena itu, penjagaan masih ketat dan beberapa pintu di sekitarnya, terutama yang melalui Sungai Mekhong, masih dibuka-tutup. Kini satu-satunya perbatasan kedua negara yang tetap dibuka adalah Veun Kham (Kamboja) dan Dong Kralor (Laos). Bertahun-tahun lamanya kondisi perbatasan itu sederhana. Fasilitas bebas visa belum tersedia dan suap petugas imigrasi dan bea cukai begitu tersohor sehingga menjadi standar yang baku.
Namun kini situasinya sudah berubah. Jalur bis internasional sudah tersedia, layanan visa saat kedatangan bisa dinikmati oleh para pendatang, akses jalan mulus dan para pedagang kecil bisa berjualan makanan-minuman. Bahkan ketika saya datang, bangunan besar untuk para pelintas batas kedua negara sedang dibangun. Lalu korupsinya? Teteup. 😛
Berikutnya saya bercerita lewat gambar saja ya:
Semua pengurusan visa kedua negara dilakukan oleh petugas bis yang merangkap sebagai calo perbatasan. 😀 Jadi kita tinggal menyerahkan paspor, formulir kedatangan, plus selipan uang dollar Amerika yang nominalnya bervariasi tergantung kewarganegaraan kita. Karena saya WNI dan tidak perlu visa masuk ke Kamboja atau Laos, maka total kerusakannya cuma 6 dollar di Kamboja dan 5 dollar di Laos. Kasihan juga yang dari Amerika Utara, apes mesti bayar 42 dollar!
Nah, kalau Anda perhatikan foto kedua dari atas, daerah antara palang jalan dengan gerbang di sebelah sananya itu adalah buffer antara Kamboja dan Laos. Mungkin sisa konflik dari tahun 1970-an dulu. Kalau kita tidak menyeberang dengan berjalan kaki, sebenarnya secara resmi kita tidak boleh masuk ke sana. Karena itulah dengan bermodalkan doa yang sekencang-kencangnya plus seutas senyum ‘dimanis-manisin ke setiap orang yang mengawasi, saya beringsut melewati palang untuk balik lagi ke Laos demi menjepret pondok imigrasinya.
Di sini saya bersyukur sekali jadi orang Indonesia, karena setiap kali ditanya asal dan saya jawab ‘Indonesia’, sikap mereka umumnya melunak dan saya dibiarkan lewat. Saran: selalu minta izin jika hendak melakukan sesuatu terutama jika hendak mengambil gambar. Sebenarnya daerah perbatasan adalah wilayah terlarang untuk difoto jadi harap selalu berhati-hati.
Selesai urusan narsis, mendadak ada petugas yang jauh di depan melotot dan mengacung-acungkan tangannya menyuruh saya balik arah ke Kamboja. Bukan main-main, di bahu kirinya tersampir senjata laras panjang yang saya tak tahu jenisnya apa. Lebih seram lagi karena sebenarnya dia tidak sedang berseragam. Hanya celana tentara dan kaos oblong saja yang ia kenakan. Dengan diiringi badan membungkuk saya lalu balik arah dan berjalan menuju Kamboja.
Daerah tak bertuan itu jaraknya sekitar 50 meter dan berupa wilayah terbuka yang memudahkan pengawasan dari kedua pihak. Jangan coba-coba menapaki area berumput yang hijau karena kita tidak pernah tahu apakah daerah itu aman dari ranjau atau tidak. Sepanjang jalan kepala dan bagian belakang badan saya terasa panas karena saya tahu sedang diawasi oleh beberapa pasang mata secara lekat. Kamboja terasa jauuuuuh sekali. Saya juga tidak berani mengambil gerakan tiba-tiba atau berlari. Jadi pasrah saja, jalan pelan-pelan.
Ketika akhirnya palang pintu Kamboja kembali dijangkau, ada perasaan lega dan saya mengeluarkan nafas lega namun hampir tersembur tangisan. Saya baru saja melanggar hukum, sebenarnya.
Memasuki Kamboja semacam ada kebebasan baru karena saya berada dalam perlindungan negara tuan rumah secara resmi melalui cap di paspor hijau saya.
Katanya perbatasan semu antara Kamboja dan Laos ini bisa disebut timur tengahnya asia tenggara, heheee.
Bangunannya biasa-biasa banget, kayak fasilitas di perbatasan Kalimantan-Malaysia atau Papua-Papua Nugini gitu..
LikeLike
Beda jauh. Yg di Entikong sama Papua bisa dibilang megah lo. Hehe
LikeLike
Perbatasan nya pake plang besi, kayak portal komplek aja hehehe.
Tapi serem juga kalo lagi konflik, bisa2 ikutan kena peluru nyasar bisa berabe 😉
LikeLike
Iya kayak portal komplek haha. Petugasnya culun2 sih tapi pegang senapan semua >.<
LikeLike
kalo ane yang numpang lewat dan ngaku dari indonesia bisa-bisa dianggap imigran gelap meureu nya :p
LikeLike
hahahaha imigran gelap sih nggak. lo malah bisa disangka orang lokal di Laos dan boleh masuk tanpa paspor :)))))
LikeLike
serem juga ya…
saya jalan2nya ke tempat aman saja deh 🙂
LikeLike
Yg kemarin juga aman kok
LikeLike
Hahahaha… sampean rodok ndableg sih ya. Senengane golek goro goro. Untung gak ditembak kang. Bagemana nasib indoberat dot kom ini kalau sampean tertembak HAHAHA..
Btw, ke sana mau ngapain sih mas? Uji nyali doang kah? #eh
LikeLike
Backpacking aja kok. Btw kalimat awalnya artinya apa ya? 🙂
LikeLike
Untung ga sampe ditodong pake senapan laras panjang itu ya. Kalau ndak, bisa tambah seram. Eh tapi hari gini masih ada konflik aja ya…
LikeLike
Di beberapa tempat masih ada bro, meski ditahan spy gak meluas. Lagian keduanya anggota ASEAN. Lebih saling respek lah
LikeLike
om.. jalan2 mulu ni.. mupeng tauuuu :))
LikeLike
Hahaha Dinda ajak jalan juga dong
LikeLike
wuih asyik banget kayaknya om
tampak sederhana, moga di sana aman sentosa
ngeri juga kalau masih ada suara tembakan karena dua negara berebut lahan dan peninggalan sejarah ya
LikeLike
Iya sayang banget. Mereka rebutan candi gitu kang
LikeLike
wah, menegangkan berarti ya pak. 😀 bisa sampai ke perbatasan yg bisa menyulut konflik. 😀
LikeLike
Yg saya kunjungi sih aman kok bro. Tapi yg namanya penjagaan kan selalu perlu. Apalagi salah satu tugas pokok penjaga perbatasan adalah selalu menaruh curiga pada orang asing
LikeLike
ngebacanya jadi kebayang perbatasan Indonesia dan malaysia di kalimantan, -____-
LikeLike
yg di kalimantan masih jauh lebih ramai kayaknya deh
LikeLike
Pengalaman yang luar biasa, pastinya memiliki kepuasan tersebdiri. Ikut degdegan bacanya. Saya juga ikut senyum2 liat dua foto terakhir. Sip deh. 🙂
LikeLike
thanks 🙂
LikeLike
Seperti kota mati ya mas, kalau di daerah saya wonogiri masih ada banyak sebuah daerah yang realtif tidak ketinggalan namun terisolasi gini juga, jadi di jam-jam tertentu sepi sekali :p
LikeLike
itu bukan kota bro. itu sebenarnya di hutan 🙂
LikeLike
silent city hahaa..untung pelanggaran hukumnya gak di tangkap mas.. heheh freedommmm
LikeLike
hahaha untungnya modal senyum manis masih mujarab
LikeLike
aduwh, pengalamannya agak-agak mengerikan mas, kok berani ya nyampe kesana? hihihi
mantep tenan
🙂
LikeLike
gak mengerikan kok. malah seru 🙂
LikeLike
Bangunan tempat .pengurusan visa itu sederhana banget ya. Pengurusan visanya gampang gak? Atau perlu uang pelicin juga, hehe…
LikeLike
pake pelicin bro. semua diurus petugas bis
LikeLike
Jadi inget perbatasan Indonesia – Timor leste. huehue
btw, jalan-jalan mulu om, next time ajak-ajak dong, tapi yang budget nya tipis. hihi
LikeLike
boleh. tapi aku boleh jadi model kamera lubang jarumnya ya? #eh
LikeLike
boleh banget om!! :))
LikeLike
Jadi pasti ada daerah tak bertuan pula antara Indonesia dan Timor Leste ya, Bang. Btw jalan-jalan terus 😀
Eeerrrr itu tempat mengurus visa-nya sungguh terlalu 😀
*selalu minta ijin untuk memotret di dareah seperti ini*
LikeLike
kalo di Indonesia-Timor Leste daerah tak bertuannya berupa jembatan di atas sungai di pos perbatasan. sering dipakai bertemu sanak-keluarga sambil tangis-tangisan katanya 😦
LikeLike
disana orang2 nya damai2 ya pakde? habis perbatasannya cuma pakai portal aja, hehe
LikeLike
lumayan rame sih 🙂
LikeLike
pengen nyicipin ke sana …
mampir dong ke: http://www.bennyrhamdani.com/2014/01/cheria-tour-travel-biro-perjalanan-haji.html
LikeLike
ayo ke sana dan ditunggu ceritanya
LikeLike
daerah perbatasan kebanyakan wilayah2nya tidak aman dan cukup membahayakan, untuk rakyatnya sendiri bisa dibilang memprihatinkan. btw, temenku ada yang bekerja di daearh perbatasan kalimantan dan Malaysia …
LikeLike
Daerah sempadan memang kerap sensitif ya
LikeLike
welhaaaa,
mas ini berani betul ya? negara perbatasan sedang konflik didatangi juga tuk backpacking, huahahaha,,, edan tenan, kalo saya sudah ciut nyali sebelum berangkat 🙂 .
mo kesana lagi gak nih? hehehe..
LikeLike