Raden Ajeng Kartini adalah seorang pejuang emansipasi perempuan semasa hidupnya. Namun mungkin tidak banyak yang pernah bersentuhan dengan karya tulisannya atau menyelami pribadinya. Jika ditelaah lebih jauh, sesungguhnya kita akan memahami betapa kontras antara impian kemandirian dan kenyataan hidupnya.
Dipingit sejak lulus sekolah dasar selama bertahun-tahun, Kartini lalu dipertemukan dengan Bupati Rembang yang dua kali lipat usianya dan diboyong ke rumah suaminya setelah menikah. Sesampainya di sana, ia harus menerima kenyataan pahit bahwa ia adalah perempuan keempat yang masuk ke rumah bupati. Tidak terlalu lama, hanya setahun ia tinggal di rumah itu hingga akhirnya meninggal dunia setelah melahirkan putra satu-satunya.
***
Masih ingat kan terakhir kali berkunjung ke Museum Kartini di Jepara saya misuh-misuh di sana? 😀 Saya lalu mendengar bahwa ternyata Museum Kartini tidak hanya satu, tetap dua. Ada ‘kembaran’-nya di Rembang. Pada suatu akhir pekan pun saya berkunjung ke Rembang yang juga terletak di pantai utara Jawa, sekitar 3 jam perjalanan dari Jepara. Cukup jauh memang karena untuk sampai ke sana kita harus melewati Kudus dan Pati. Sebenarnya ada jalan lain yang melewati utara Gunung Muria namun kondisi jalannya berkelok-kelok dan sepi. Lebih nyaman lewat Jalur Pantura.
Lokasi Museum Kartini Rembang sangat strategis karena juga terletak dekat alun-alun. Namun berbeda dengan Jepara yang membangun gedung baru, di Rembang ini lokasi yang digunakan adalah bekas rumah dinas Bupati Rembang yang dahulu juga merupakan tempat tinggal Kartini. Sebenarnya museum ini belum lama didirikan, yakni pada tahun 2011. Pada saat itu sang bupati yang orang asli Rembang memilih untuk tinggal di rumah pribadinya dan menyerahkan rumah dinas ini untuk dijadikan museum.
Berbeda sekali dengan Jepara di mana rumah Kartini masih digunakan sebagai rumah dinas bupati dan kamar-kamar bersejarahnya masih ditempati sang keluarga, kecuali kamar tempat Kartini dipingit yang dibiarkan seperti semula. Namun tentunya tidak sembarang orang bisa masuk ke sini.
Kembali ke Rembang. Meski sudah menjadi museum, namun acara-acara resmi tingkat kabupaten masih dilaksanakan di pendopo utama. Gedung-gedung lainnya di kompleks ini pun masih berfungsi sebagai kantor pemerintahan. Akibatnya, ada saat-saat tertentu ketika museum ini ditutup untuk umum karena sedang berlangsung acara tertentu. Seperti yang terjadi pagi itu; saya tidak bisa masuk ke museum karena sedang ada pelepasan kontingen Rembang ke Pekan Olahraga Provinsi Jawa Tengah. 😦
Untunglah berkat ngobrol, saya diizinkan masuk ke museum namun harus menunggu hingga jam 2 sore. Saya pun mengalah dan melangkahkan kaki ke tempat lain. Sekitar jam 3 sore saya kembali dan petugas museum yang berpakaian santai bercelana pendek mengundang saya masuk ke gerbang sambil membawa seperangkat kunci. Karena acara pelepasan tadi pagi, seluruh pegawai museum sebenarnya diliburkan namun mas-mas pegawai museum yang tadi pagi saya ajak ngobrol di gerbang ini berbaik hati membukakan pintu museumnya untuk saya. Jadi pengunjungnya cuma saya seorang. Uang tiket masuk Rp 2,000.- pun tidak dimintakan. 😀 😀 😀
Bagian dalam museumnya sangat bersahaja namun koleksi-koleksinya tersimpan rapi. Karena museum ini dulunya rumah pribadi bupati, maka koleksinya tidak diletakkan di aula besar namun tersebar di kamar-kamar, taman samping, dan ruang dalam yang sejuk namun cenderung gelap di sore itu (mungkin karena tidak semua jendela dibuka). Koleksinya cukup banyak dan bersih. Selanjutnya biar beberapa slide saja yang bercerita:
Museum Kartini Rembang ini, menurut saya, memiliki koleksi yang lebih baik dari kembarannya di Jepara. Bisa jadi demikian karena Kartini membawa banyak barang pribadinya setelah menikah. Kemudian lokasi museum yang dulunya memang kediaman Kartini mampu menampilkan sosoknya secara lebih personal.
Namun bukan berarti pengelolaannya tanpa cacat. Koleksi-koleksi museum perlu dibersihkan lebih teliti. Lalu ruang pamer sudah cukup memadai dan diberi lampu-lampu penerang yang cukup. Bahkan ada pula seperangkat komputer yang dapat menerangkan sejarah Kartini dan juga Rembang pada umumnya. Tetapi … komputer-komputer tersebut mati ketika saya datang. “Lagi error, Mas,” begitu jawabannya. Ya sudahlah. 😦
wah baru tahu ada museum khusus untuk Kartini, tapi yang namanya museum di Indonesia pengelolaannya seadanya klo dikelola oleh pemerintah hmmm… oke masukin daftar list klo berkunjung ke Rembang 🙂
LikeLike
iya sayang sekali memang 😦
LikeLike
kesan museum bagi saya terasa angker. Entah apa yg lampunya kurang terang, atau memang begitu, atau ya, kadang debunya sudah menebal jadi malah seperti ke bangunan kosong dengna beragam pajangan. Kalau rame2 juga rasanya kurang belajar banyak (kepikiran takutnya) hehehe.
LikeLike
hahaha ya jangan dipikir takutnya lah. ke museum kan niatnya untuk belajar 🙂
LikeLike
iya mas, takut sih lumayan gak, kagetnya itu. yg hehehe. (gara2 hobi nonton film horor). Harus belajar memang, kurangnya museum, kadang masuknya udah bayar, mau minta dijelasin sama museum guidenya bayar lagi 😀
LikeLike
ohoho iya malesin emang museum yg kayak gitu. tapi gak semua kok
LikeLike
Nice share bro…
Saya termasuk penyuka wisata sejarah macam museum kek gini… 🙂
Salam,
LikeLike
Nice share bro..
Lama tak berkunjung nih..
Oya, saya juga termasuk pecinta wisata sejarah macam ke museum kek gini nih..
Salam,
LikeLike
apa kabar bro? lama gak ketemu. haha.
sori sampe komentar dua kali, soalnya komentarmu memang diculik Akismet 😛
LikeLike
asik juga mas jalan-jalan ke museum.. setidaknya masih ada nilai sejarah yang bs kita kenang..
LikeLike
betul, bro. kamu suka ke museum gak? 🙂
LikeLike
hehe .. saya jarang melakukan perjalanan seperti yang mas lakukan.. tapi justru asik juga saya jadi punya ide untuk bikin postingan dari perjalanan kaya gitu.. kunjungan-kunjungan atau tempat-tempat yang saya pernah mampir..
LikeLike
Catatan perjalanan itu memang salah satu ide ngeblog paling asyik sih menurut saya 🙂
LikeLike
Jujur saya pribadi nggak terlalu suka ke museum, tapi saya suka dengan sejarah. Baru tau ada museum RA Kartini di Rembang. Thanks ya sharingnya 🙂
LikeLike
kalo suka sejarah harusnya suka museum sih ya. hehehe. mungkin lo baru tertarik kalo diajak ke museum gadget kali ye 😛
LikeLike
indonesia dg kekayaan budaya dan sejarah memang sudah seharusnya py byk museum yg menarik, ya. Sayangnya selalu bermasalah dlm hal pengelolaan
LikeLike
iya sayang banget
LikeLike
Bahkan aku sendiri belum pernah masuk museum Anjuk Ladang di Nganjuk. Soalnya terkesan “gak boleh masuk” karena memang selalu tutup dan gak ada pengunjungnya.
LikeLike
kasian amat, udah capek2 dibikin museum tapi terus ditutup aja. pasti isinya gak seberapa 😦
LikeLike
Saya juga baru tahu kalau ada museum kembarannya.
Semoga gak diambil kembali oleh bupati penggantinya, 🙂
LikeLike
Nah iya, saya juga berpikiran gitu. Semoga bupati penggantinya tetap membiarkan rumah dinas itu jadi museum. hahahaha
LikeLike
Oh di rembang ada juga, gw pikir hanya di jepara yg depan alon2 itu. Lagi2 kalo museum di indonesia kok rasa nya kurang begitu mengairahkan untuk di kunjungin 😦
LikeLike
Iya pengelolaannya memang lebih sering seadanya. Semua katanya krn anggaran gak cukup. Hmmm
LikeLike
Museumnya keliatan bagus, rapi dan cukup terawat… Tapi entah kenapa ya… bukan mau sombong atau gimana ya… Entah kenapa kok image museumnya kurang “uh” gitu… smacam eye catchingnya kurang… (>.<)
LikeLike
Memang kurang gregetnya, aku kesana juga krn pengen liat koleksinya tanpa ngarep banyak soal pengelolaannya
LikeLike
Keren slide fotonya.
LikeLike
Hehe makasih bli 🙂
LikeLike
Kuliner apaan pas di Rembang kemarin?
Jangankan yang di Rembang, museum yang di Jepara aja gue waktu itu ndak mampir. Bhiks
LikeLike
di rembang cuma sempet ke chinese food doang. enak banget, depan hotel antika 🙂
LikeLike
Iya itu kenapa museum dijadikan tempat pertemua resmi seperti itu ya. Tapi gapapalah kan keren itu bisa jadi wisatawan sendirian, kesannya jadi museum pribadi kan? Hhehehe
LikeLike
karena bangunan itu memang resminya masih rumah dinas bupati rembang, mas bro. cuma inisiatif bupati yg sekarang aja utk gak nempatin rumah itu dan mengubahnya jadi museum 🙂
LikeLike
Wahai anak muda klan Djojodigdan… harus mampir kesini nieee ^_^
*talkedtomyself*
LikeLike
dirimu udah pernah ke sana belum?
LikeLike
Belum.
Khan yg klan Djojodigdan bukan saya, kakaaa…
*liriksebelah ^_^
LikeLike
beugh, belum pernah ke sana toh? pantesan diem aja di twitter waktu gw tanya referensi kuliner Rembang. xixixixi
LikeLike