Memburu Rahmat di Welahan

Percayakah Anda kalau saya bilang bahwa klenteng pertama di Indonesia berada di Jepara?

Saya awalnya tidak mempercayai fakta itu mengingat orang-orang Tionghoa sudah banyak yang datang ke Indonesia sejak zaman Sriwijaya dan utamanya terjadi gelombang kedatangan besar-besaran para pekerja Tionghoa ke Jawa di abad ke-14 dan 15. Namun memang demikian faktanya, klenteng pertama imigran Tionghoa berdiri di Jepara pada sekitar tahun 1830.

Asal Mula

Alkisah ada seorang tabib dari Cina bernama Tan Siang Hoe yang datang ke Semarang, kota yang padat komunitas Tionghoanya pada waktu itu, guna mencari abangnya yang merantau ke Jawa yang bernama Tan Siang Djie. Dalam perjalanan di laut, ia sekapal dengan seorang tasugagu atau pendeta yang baru saja bersemedi di Pho To San, sebuah bukit di Cina daratan tempat bersemayamnya paduka Hian Thian Siang Tee. Ketika si pendeta jatuh sakit, sang tabib tergerak untuk menyembuhkannya dan sebagai imbalan, Tan Siang Hoe dihadiahkan beberapa benda pusaka antara lain sehelai kertas bertuliskan Hian Thian Siang Tee, tempat abu, pedang, dan buku pengobatan serta ramalan.

Sesampainya di Semarang, Tan Siang Hoe mendengar kabar bahwa abangnya Tan Siang Djie sudah pindah ke Welahan, sekarang masuk kabupaten Jepara. Setelah menemui abangnya di sana, pergilah ia bekerja ke daerah lain dan menitipkan benda-benda pusaka tersebut pada sebuah keluarga di Welahan. Namun keajaiban terjadi ketika tiba-tiba terdengar suara gaduh dan terlihat penampakan ular naga, kura-kura, dan beberapa fenomena lain di rumah keluarga Liem Tjoe Tien sang tuan rumah. Setelah sadar akan kekuatan gaib benda-benda pusaka tersebut, warga kemudian memujanya sesuai adat leluhur.

Namun cerita belum berhenti sampai di situ. Pada suatu ketika Liem Tjoe Tien sakit keras dan kesembuhannya secara ajaib didapat dari kekuatan yang ada pada benda-benda pusaka tersebut. Lalu gemparlah warga Welahan dan tersebarlah kabar bahwa benda-benda tersebut dapat menyembuhkan penyakit hingga orang-orang datang berduyun-duyun ke Welahan guna memohon rahmat kesembuhan.

Gang Pinggir

Benda-benda pusaka tersebut sekarang tersimpan di Klenteng Hian Thian Siang Tee di Welahan. Nama klenteng tersebut, sesuai adat orang Tionghoa, diambil dari nama dewa yang mereka puja. Welahan sendiri adalah sebuah kecamatan di Jepara yang pertama kali kita temui setelah melewati perbatasan Demak-Jepara yang ditandai oleh sebuah kali. Beredar cerita bahwa dahulu kala, kontur Welahan belumlah seperti sekarang dan klenteng tersebut berada di tepi pantai. Namun setelah mengalami pendangkalan, pinggir pantai tersebut sekarang berubah menjadi kali dan klenteng itu sendiri sekarang berada di gang sempit bernama Gang Pinggir yang terletak di belakang Pasar Welahan. Cukup mudah untuk menemukan klenteng ini: masuklah ke pasar di pertigaan Welahan dan perhatikan papan penunjuk arah ke klenteng.

Berbeda dengan rumah-rumah kuno yang umumnya berganti fungsi setelah beberapa generasi atau ditinggalkan begitu saja, klenteng ini tidak pernah kehilangan fungsi utamanya sebagai tempat peribadatan sejak ratusan tahun lalu dan renovasi terus dilakukan secara berkala. Akibatnya saya tidak lagi bisa menemukan bentuk asli klenteng itu dan justru menyaksikan klenteng modern pada umumnya. Selanjutnya biar beberapa gambar saja yang bercerita:

Bacanya dari kanan ke kiri ya: Hian Thian Siang Tee
Pelataran depan
Tempat abu yang dijaga seekor macan
Patung penjaga lainnya. Hewan legendaris apakah ini ya?
Tiang-tiang yang dihiasi para naga
Kumpulan resep-resep obat lama yang disimpan rapi

Pada hari-hari tertentu klenteng ini ramai dikunjungi umat yang datang berbondong-bondong dari luar kota. Untungnya pihak pengelola klenteng menyediakan penginapan gratis yang semuanya disumbang oleh umat.

Anak Buddha

Sampai puluhan hingga ratusan tahun sejak berdirinya, Welahan masih menjadi tempat ziarah dan melaburkan permohonan kesembuhan. Terlihat dari gambar di atas, resep-resep pengobatan tradisional masih tersimpan rapi dan sewaktu-waktu dapat dikeluarkan bila dibutuhkan. Beredar pula kisah yang menceritakan tentang RA Kartini yang pernah jatuh sakit lalu dibawa oleh ayahandanya Bupati Jepara ke Welahan untuk mendapatkan kesembuhan di klenteng ini. Akhirnya RA Kartini sembuh dan hingga kini warga Tionghoa di Jepara menyebut Kartini sebagai Anak Buddha. Itulah salah satu bukti kerapatan hubungan warga pendatang dari Cina dengan orang Jawa.

Masih ada sisa waktu sejenak untuk menyusuri gang-gang sempit di Welahan dan mata saya tertumbuk pada deretan tembok putih yang tinggi khas Tionghoa:

Saya tersentak dan di kepala melintaslah gambar kota Lasem di Kabupaten Rembang yang pernah saya lihat di internet. Pokoknya saya harus pergi ke sana!

29 thoughts on “Memburu Rahmat di Welahan

    1. euuwwh, saya kurang tertarik dengan resep obat Cina, karena biasanya harus diminum dan rasanya sangat…. euwhhh πŸ˜€ πŸ˜€ πŸ˜€

      Like

  1. Sebentar bang ” pihak pengelola klenteng menyediakan penginapan gratis yang semuanya disumbang oleh umat” jadi klenteng ini selain fungsi rumah ibadah emang sengaja dijadikan sebagai tujuan wisata sejarah gitu? plus ada penginapannya? nginap sana dong bang, pengen tahu cerita pengalaman di penginapannya πŸ™‚

    Like

  2. Klenteng pertama lihatnya di Jogja. Maklum di kalimantan tempat lahir gak pernah lihat, kalau ada pun lewat perbatasan provinsi bisa berhari2. Entah kadang mau masuk lihat2, pagernya digembok. πŸ˜€ kalau hari besar dibuka, rame orang2 berdoa, nekat masuk takut dikira mengganggu. btw, mas resep obatnya itu masih dipakai gak ya buat ngobatin?

    Like

Leave a comment