Sekitar 5 kilometer arah selatan dari kota Jepara, tepatnya di desa Mantingan kecamatan Tahunan, terdapat Masjid Mantingan yang didirikan pada tahun 1559 Masehi dan merupakan warisan Kesultanan Demak. Masjid yang dibangun sesudah Masjid Agung Demak ini memiliki tautan sejarah dengan R. Toyib, putra Sultan Aceh yang menuntut ilmu ke Cina dan Mekah sebelum datang ke Jawa dan menikah dengan Ratu Kalinyamat dari Demak. R. Toyib lalu dinobatkan sebagai Adipati Jepara.
Cukup mudah untuk menemukan masjid ini jika kita datang dari kota Jepara. Sebuah gerbang putih bertanda bintang dan bertuliskan huruf Arab menjadi penanda bahwa kompleks masjid hanya tinggal sekitar 10 meter lagi. Menurut penuturan seorang kawan yang paham akan sejarah Jepara, gerbang ini merupakan replika dari gerbang aslinya yang berukuran jauh lebih kecil dan disimpan di kompleks makam dan dibiarkan di gudang begitu saja. Saya sendiri tidak tahu seberapa buruk kondisinya. Sayang sekali π¦
Masjid ini adalah salah satu pusat penyebaran Islam di seputar Jepara dan kaki Gunung Muria. Meski menjadi tempat umat Islam beribadah, masjid ini juga menjadi saksi perpaduan Islam dengan budaya Jawa dan Cina yang harmoninya tampak dalam arsitektur dan ritual-ritual ziarah yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu. Ubin masjid didatangkan dari Macau dan bentuk bubungan (atap) merupakan gaya Tiongkok. Kemudian ukiran-ukiran tanaman serta bentuk-bentuk pagar yang sekilas mirip hiasan yang khas ditemukan di candi-candi mencerminkan pengaruh Jawa; beberapa di antaranya membentuk citra hewan seperti gajah yang dianggap tidak melanggar ketentuan agama Islam yang melarang pembuatan bentuk manusia dan hewan karena sejatinya itu adalah ukiran berbentuk tanaman. Adapula bedug besar dari kulit sapi yang diletakkan di sisi kiri pelataran masjid.
Di sisi kiri dan belakang masjid terdapat Astana Sultan Hadlirin alias makam R. Toyib. Terdapat pula makam Ratu Kalinyamat dan Mbah Abdul Jalil (kemungkinan nama lain Syekh Siti Jenar) di sebelah belakangnya. Namun demi menghormati tempat ini (kebetulan saya sedang tampil santai bercelana pendek), saya memutuskan berkeliling dan mengambil gambar dari luar saja.
Masjid ini mudah dicapai dari Jepara karena terdapat jalur angkot Jepara-Mantingan yang bermula dari Pasar Ratu Jepara hingga Terminal Mantingan. Namun sebaiknya Anda datang dengan kendaraan sendiri atau sewaan saja karena kendaraan umum cukup jarang ditemukan di Jepara. Masjid Mantingan tidak mengenakan tiket masuk namun tersedia kotak amal di gerbang depan.
patut dihargai bangunan bersejarah ini jangan sampai rusak karena tidak ada yg merawat
LikeLike
untungnya kondisinya masih cukup baik, mas. terima kasih atas kunjungannya π
LikeLike
Wah, saya kira mantingan di daerah Ngawi, ternyata masjid bersejarah ini ada di jepara tho.
Salam kenal mas, sampai ketemu di WordCamp π
LikeLike
nama ‘Mantingan’ sepertinya cukup umum deh mas. Saya juga liat ada daerah Mantingan di Rembang. Tapi kalo Masjid Mantingan yg bersejarah mungkin cuma di Jepara ini ya. π
LikeLike
Masjidnya unik juga ya. Budaya cinana itu dari tangganya? Kalau di surabaya ada masjid chengho opa. Gak mampir ke karimun jawa juga? hehe
LikeLike
karimun jawa pengen sih tapi belum ada waktunya. π
LikeLike
Mas, itu kendi2 yg berjejer buat minum jamaah nya yaa ??? seger banget minum dari kendi seperti itu. Jadi kangen ke makam sunan giri di gresik, juga ada seperti itu π
LikeLike
gak tau mas, waktu saya datang sekitar jam 9 pagi kan bukan waktu sholat jadi suasana cukup sepi. tapi mungkin memang utk minum ya π
LikeLike
sebelumnya saya turut berbela sungkawa atas hilangnya beberapa postingan akibat insiden per-hosting-an.. *pukpuk
bangunannya keren, dan salut masih terjaga dengan baik hingga hari ini, dari tahun 1500-an cuy, tuwir benerr… π
LikeLike
terima kasih mas bro. hehe
LikeLike
yang saya salut dari design bangunan Masjid zaman dulu adalah pada akuluturasi corak budaya dimana masjid itu di dirikan. Coba lihat bangunan masjid zaman sekarang. rasa-rasanya koq gak mengakomodir budaya lokal yah? Salam kenal brad?
LikeLike
wah gak tau ya mas, secara saya Kristen jadi gak begitu tertarik wisata masjid. hanya masjid tua saja yg saya kunjungi jadi gak tau gimana gaya masjid zaman sekarang. π
salam kenal
LikeLike
memang ada ciri-ciri senibina cina ni
LikeLike
memang ada π
LikeLike
Wisata religi bisa berkembang jika ada yang seperti anda lakukan, salam kenal dari saya.
LikeLike
salam kenal, terima kasih kunjungannya π
LikeLike
Ditunggu ulasan (ulang)nya tentang GITJ Donorejo dan klenteng Welahan. Kapan kita ke pura di Plajan dan ke candi Shima di Kelet, juga mendaki Tempur di pegunungan Muria buat lihat candi Angin?
LikeLike
November deh
LikeLike
kayaknya saya sudah pernah comment di postingan ini deh, kok hilang yah π
LikeLike
iya ilang bro. hiks
LikeLike
klo begitu, kita comment-nya mulai dari NOL yah…*nunjukin ke display angka 0* π
LikeLike
*salaman* π π π
LikeLike
Oh ya ampun! Foto terakhir itu menuju komplek pemakaman ternyata ya? Tadi sempat mikir, ini gapurannya seperti mau masuk ke Pura.
LikeLike
bukan, itu ke makam. gaya arsitekturnya memang sekilas mirip candi gitu sih
LikeLike
Wah arsitektur masjidnya keren. Inilah contoh keharmonisan budaya.
LikeLike
kalo dulu bisa harmonis, kenapa sekarang susah ya? π
LikeLike