Minuman Sampah

Dalam sebuah kesempatan ke Jogja beberapa waktu lalu saya sempat mampir di sebuah kafe di bilangan Sagan; sebuah kawasan yang ramai dipadati oleh kafe dan restoran berkonsep unik dan menarik pengunjung yang rata-rata anak muda. Di dekat situ pula terdapat Gudeg Sagan yang khas karena (menurut cerita Eka) basah, bukan gudeg kering sepertinya lazimnya kita temui di Jogja.

Namun tidak ada waktu lagi untuk mampir ke Gudeg Sagan, saya bergegas memasuki Geronimo Cafe untuk menemui kawan travel writer Ariyanto yang sedang menjadi narasumber talkshow Bentang Street Festival di sana. Luar biasa kawan saya yang satu ini. Pertama kali saya mengenalnya adalah ketika tahun lalu kami bareng-bareng ke Kuala Lumpur dan saya tak menyangka bahwa di balik sosok yang sederhana itu tersimpan mata yang jeli menangkap momen dan telinga yang cermat mendengarkan percakapan sekelilingnya untuk kemudian dituangkan ke serangkaian tulisan dan buku bertema perjalanan. Baru kali ini jugalah saya menyaksikan sendiri betapa beliau ini punya fans yang cukup fanatik; rela antri meminta tandatangan di bukunya yang sudah disiapkan setumpuk dan tak ketinggalan foto bersama. πŸ˜€

Eh, tapi saya tidak mau mengelu-elukan Ari terus, bisa melayang dia nanti, hehe. Bosan mendengarkan talkshow, saya pun memilih duduk di luar sambil melihat-lihat menu di kafe. Berhubung cuaca sedang sejuk cenderung mendung, saya pun ingin minuman hangat dan ketika sedang memilih-milih, mata saya tertumbuk pada satu kata: Wedang Uwuh.

Wedang Uwuh disajikan lengkap dengan saringan yang berisi gula batu. Sangat menawan.

Menyimak namanya saja sudah bikin penasaran. Wedang Uwuh itu arti harafiahnya adalah ‘Minuman Sampah’. Apa gak bikin orang mual tuh? Ternyata yang dimaksud adalah minuman yang berasal dari bahan-bahan seperti serat kayu secang, jahe, daun secang, kayu manis, pala, cengkeh, dan beberapa bahan lain yang diseduh untuk mengekstrak sarinya menjadi cairan pekat seperti teh. Hanya saja minuman ini berwarna khas merah yang berasal dari kayu secang tadi. Sebenarnya kalau melongok ke dalam ceret teh, kumpulan bahan-bahan tadi memang terlihat seperti dedaunan dan serat kayu yang dipungut begitu saja dari pekarangan. Mungkin dari situlah nama Wedang Uwuh muncul.

Sekarang baru kelihatan warna merahnya.

Ketika saya cicipi, rasa khas jahe yang sangat kuat langsung menyisir langit-langit mulut dan seketika membuat badan rileks. Namun selain jahe, rasa yang cukup dominan lainnya adalah paduan asam dan manis sehingga saya tidak kuat meminumnya tanpa mencampurkan gula batu ke dalam gelas dan diaduk langsung.

Ini dia isi ceretnya. Nampak bahan-bahannya terendam di dalam wedang.
Penampakan bahannya setelah wedangnya kosong. Memang tampak seperti sampah pekarangan ya? Hehe.

Β Wedang Uwuh sangat tepat menemani saya sore itu di Sagan yang dinamis. Namun lebih pas lagi jika kita menikmati minuman sampah segar ini sambil kopdar dengan rekan dan sahabat. Siapa tahu tercetus ide-ide asyik untuk perjalanan berikutnya. πŸ˜€

===

Apa minuman kegemaranmu?

28 thoughts on “Minuman Sampah

  1. Wedang uwuh kini sudah bisa ditemukan dimana-mana, di kafe, restoran, bahkan utk ukuran saya, saya bisa temukan di warung angkringan. Setau saya, wedang uwuh ini dulu khas di daerah Imogiri, dan merupakan salah satu minuman kegemaran Raja-raja. Salam

    Like

    1. betul sekali. wedang uwuh emang di mana-mana ada, cuma mungkin di jkt belum pernah saya temui jadinya kaget seneng gitu waktu nyoba. hahaha

      Like

  2. hmm.. sengaja baca artikel nya malem-malem gini, takut ngiler kalo siang. hehe
    eniwey, rasanya mungkin kyk sarsaparilla yaa om? tapi, ada jahe nya deng :p

    Like

    1. hah? haddeh mending segera cari tiket pesawat atau kereta ke jogja deh. banyak banget tempat menarik di sana πŸ™‚

      Like

Leave a comment