Setelah menempuh enam jam perjalanan dengan bis dari Phnom Penh, saya tiba di kota Siem Reap yang terletak di sebelah barat laut Kamboja. Tujuan utama para turis datang ke Siem Reap adalah untuk mengunjungi Angkor, sebuah kompleks candi Hindu dan Buddha terbesar di dunia. Kompleks candi di Angkor adalah sumber inspirasi yang luhur bagi budaya Khmer dan menjadi pusat kegiatan agama selama berabad-abad. Tidak seperti Borobudur yang ditinggalkan selama ratusan tahun akibat letusan Merapi dan kemudian ditutupi tanah sehingga menjadi bukit, Angkor tidak pernah dikosongkan dan selalu digunakan sebagai tempat ibadah sejak didirikannya pada awal abad ke-12 hingga sekarang.
Semua brosur pariwisata Siem Reap dan Angkor selalu menyebutkan bahwa waktu terbaik untuk mengunjungi kompleks candi Hindu ini adalah pada saat perayaan Waisyak. Loh, kok umat Buddha merayakan Waisyak di candi Hindu?!
Namun memang begitulah adanya. Setelah mengalami pasang-surut kekuasaan selama berabad-abad, pelan-pelan fungsi Angkor Wat berubah dari awalnya candi Hindu menjadi tempat ibadah umat Buddha. Kompleks Angkor tidak dibangun secara bersamaan; setiap candi dibangun oleh raja yang sedang berkuasa saat itu untuk dipakai sebagai tempat ibadah pribadinya. Jadi Angkor Wat, meski berbentuk mirip kota, sebenarnya adalah kumpulan tempat ibadah yang boleh jadi terbesar di dunia!
Saya tiba di Siem Reap sebenarnya tanpa memperhitungkan waktu khusus. Awalnya memang saya sudah mendengar bahwa saat terbaik untuk mengunjungi Angkor adalah waktu Waisyak. Nah, betapa terkejutnya saya ketika melihat kalender dan mendapati tanggal kunjungan saya ke sana bertepatan dengan perayaan terbesar umat Buddha itu! Trisuci Waisyak adalah tiga rangkaian perayaan sang teladan Siddharta Gautama yang bertujuan mengenang kembali kelahiran, pencapaian pencerahan, dan wafatnya beliau. Kalau umat Buddha di Indonesia memusatkan perayaan Waisyak di Candi Borobodur, maka umat Buddha di Kamboja berbondong-bondong datang ke Angkor Wat dan berdoa di sana selama seminggu penuh dan mencapai puncaknya pada malam perayaan Waisyak. Ratusan, bahkan ribuan, biksu laki-laki berjubah oranye dan biksuni perempuan berjubah putih berkumpul di pelataran candi semalam-suntuk dan melantunkan doa-doa khusyuk. Bulan sedang purnama, menerangi jalan dan jembatan berbatu yang ramai ditapaki peziarah dan wisatawan yang datang menyaksikan ritual ibadah sekaligus menunggu matahari pagi. Mantra-mantra bersahutan tiada henti; kebanyakan dalam Bahasa Khmer yang tidak saya mengerti meski lamat-lamat ada pula mantra dalam Bahasa Cina dan Sansekerta yang bisa tertangkap. Perasaan khidmat memenuhi udara.
Ketika akhirnya matahari terbit pelan-pelan dari balik candi, kamera para turis sontak mengarah ke sumber cahaya. Sayangnya cuaca mendung menghalangi piringan keemasan tersebut dari pandangan mata. Namun kekecewaan segera terganti oleh ritual umat Buddha berikutnya. Dengan berbaris rapi mereka meninggalkan candi lalu berkumpul di pelataran parkir depan. Setelah briefing dan berkat oleh pandita, barisan biksu berjubah oranye kembali berbaris rapi meminta sumbangan dari umat Buddha yang hadir sambil memanggul mangkuk tanah liat di dada mereka. Kebanyakan dari para biksu tersebut masih anak-anak dan remaja yang berjalan didampingi sanak-keluarga mereka. Setiap orang yang mereka lewati bersedekap lalu memberikan sumbangan berupa uang dan makanan. Berapa banyak sumbangan yang mereka terima? Bagi Anda yang merayakan Idul Fitri atau Imlek, kira-kira berapa uang perayaan yang Anda terima?! Saya yakin itu tidak ada bandingannya dengan jumlah uang yang diterima para biksu itu. π Mangkuk besar mereka dengan cepat menjadi penuh dan berat sehingga para sanak-keluarga yang mendampingi harus senantiasa memindahkan uang dan barang-barang tersebut ke karung. Lalu karung pertama penuh, berganti ke karung kedua, dan seterusnya. Saya hanya bisa terbelalak menyaksikan betapa tulusnya umat Buddha yang hari itu menjalankan ibadah terpenting di tahun ini.
Matahari terus merambat naik dan panasnya mulai menyengat. Rasanya saya menelan debu dan keringat begitu banyak sehari penuh dan sangat melelahkan. Namun balasannya setimpal: kuil-kuil yang tersembunyi di hutan menawarkan kemegahan abadi. Candi-candi kokoh yang bertarung dengan pohon-pohon beringin perkasa yang menjadi inspirasi begitu banyak fotografer hingga sutradara film Tomb Raider yang membawa Angelina Jolie ke sana.
Angkor Wat kerap disandingkan kemegahannya dengan Borobudur dan itu tidaklah berlebihan. Usaha promosi pariwisata yang menggabungkan keduanya menjadi satu paket telah mulai dilaksanakan meski masih minim. Jalur penerbangan Siem Reap – Yogyakarta mulai dijajaki. Orang-orang Indonesia, meski masih sedikit, mulai berdatangan ke sana. Jadi, jika Anda sudah pernah ke Borobudur, kini saatnya Anda merencanakan perjalanan ke Siem Reap.
Selanjutkan biarkan beberapa gambar saja yang bercerita. Simak pula Informasi Umum yang tertera di paling bawah.
Informasi Umum
Transportasi Umum: Siem Reap dapat dicapai dengan bis dari Phnom Penh dengan harga tiket USD 6-7 sekali jalan (6 jam). Bis berangkat dari beberapa pool di kota Phnom Penh, tergantung perusahaan yang melayani.
Untuk berkeliling kota Siem Reap, ongkos tuktuk umumnya USD 2 sekali jalan. Sedangkan untuk berkeliling Angkor seharian penuh, ongkosnya USD 15. Si abang tuktuk akan menjemput kita di penginapan jam 4.30 pagi, oleh karena itu pastikan Anda sudah mendapatkan sewa tuktuk sehari sebelumnya. Selain tuktuk, tersedia pula layanan taksi dengan ongkos jauh lebih mahal, atau penyewaan sepeda dengan ongkos USD 5 / hari.
Penginapan: Ada banyak penginapan berbagai kelas di Siem Reap. Saya merekomendasikan Jasmine Lodge, National Highway 6, Tel 063-760697, www.jasminelodge.com. Pemiliknya yang bernama Khun akan menyambut kita dengan ramah dengan Bahasa Inggris yang cukup baik. Luangkan waktu untuk berbincang-bincang dengannya. Khun mempunyai jaringan komunitas yang baik di Siem Reap di samping mengelola sebuah sekolah dasar di kampung halamannya.
Panduan Umum Angkor Wat
Dengan jumlah candi sekitar 80 buah, sangat sayang bila Anda tidak berlama-lama di Siem Reap. Namun jika memang tidak banyak waktu, kuil-kuil utama di Angkor dapat dijelajahi seharian penuh. Ada tiga macam tiket masuk: USD 20 (1 hari), USD 40 (3 hari), USD 60 (7 hari). Tiket dapat dibeli di gerbang masuk Angkor dengan menunjukkan paspor. Anda akan diambil foto yang akan tercetak di tiket. Jaga baik-baik tiket tersebut karena akan diperiksa di candi-candi utama. Beberapa candi kecil tidak ditunggui petugas tiket, namun jika Anda ketahuan menyusup masuk, Anda akan dikenakan denda.
Bersiaplah terkena panas matahari terik. Bawalah topi, kacamata hitam, dan persediaan air secukupnya. Makan siang di Angkor cukup mudah didapat karena tersedia banyak warung makan dan restoran.
Disiplinkan diri Anda untuk tetap berjalan di jalur-jalur setapak yang ditandai. Jangan sekali-kali keluar ke semak-semak karena, seperti umumnya di Kamboja, masih banyak ranjau darat bertebaran di mana-mana termasuk di sekitar Angkor.
Catatan perjalanan ke Angkor Wat ini detail banget, Opa. Sangat membantu yang mau ke sana, kalau tidak patuhi petunjuknya bisa kena ranjau.
LikeLike
sama-sama Gie π
LikeLike
Susahnya jalan2 sendiri, kalau foto2 diri paling sedikit :D. Sepertinya suasananya mirip di Indonesia, yah?
LikeLike
mirip banget. berasa kayak lagi jalan2 di pantura aja. xixixixi
LikeLike
pengen banget kesana.. mudah-mudahan bisa terwujud
LikeLike
Amin π
LikeLike
Hi Bro, Selamat ya bisa merasakan suasana Perayaan Waisyak di Angkor Wat. Kisah perjalanannnya bisa menjadi referensi bagi yg ingin berkunjung ke Angkor Wat. Foto2 sungguh indah. semoga suatu saat aku bisa mengunjungi tempat tsb. terima kash.
LikeLike
sama-sama π
LikeLike
oo perayaan untuk kaum buddha ye bro..
harmoni sungguh
LikeLike
memang harmoni sungguh π
LikeLike
catatan perjalanan yang lengkap om π
ngomong2 saya belum pernah ketemu biksu, saya berharap bisa bertemu mereka dan mengajarkan mereka ngeblog hhe
LikeLike
ada klenteng di Banjar gak? ada biksu di sana π
LikeLike
aku baru selesai baca travellove. ada satu penulis yang menceritakan soal kegiatan ini juga. tapi, foto2nya hitam putih. Kalau disini lebih berwarna. Kalau disini lebih lengkap penuturannya. kalau dibuku itu ceritanya lebih banyak soal dia ketemu jodoh diacara ini. Hehehe
LikeLike
memang cinta itu buta kok π
LikeLike
Wow detail banget ya, sampai tiap paragrafnya sedemikian panjang #bukaMataLebar2
Jadi meriang pingin jejalan ke sana juga. Eitu semua fotonya keren banget kecuali yang terakhir #jujur #dikeplak
LikeLike
hehehe bialin π
LikeLike
seram jgk kadang2 bile tgk perayaan2 mcm ni π
LikeLike
kenapa seram?
LikeLike
Huwaaa seru banget om bisa menikmati suasana waisak di sana. Kalau di sini, emang rame juga sih kemaren yg pada datang ke Borobudur.
Ini yg dipake sebagai salah satu lokasi keren di film Tomb Raiders? Keren banget yaa. Kapan Borobudur dipake buat film keren kek Tomb Raiders yaa? π
LikeLike
heheh semoga suatu bisa bisa dipakai tempat syuting ya. minat jadi figurannya? #eh π
LikeLike
Mas Brad, aku suka postinmu yang sampai ke detil membahas tarif angkot. kayaknya saya juga berani backpacking ke sana dengan duit seadanya, hihi
LikeLike
semangat mas bro. ditunggu realisasinya
LikeLike
Wah…informatif dan menarik banget tulisannya, Brad…
Bisa jadi portfolio nih…
LikeLike
memang rencananya begitu kak π
LikeLike
Kapan ya bisa ke angkor wat ? kalau sekarang saja masih kelihatan kemegahannya, apalagi dulu ya ?
LikeLike
ayo menyusun rencana dong, bro π
LikeLike
Wah! Akhirnya ketemu cerita situasi Siem Reap saat Waisak.
Maaf Mas, mau nanya, masalah kendaraan dari Siem Reap Central Area menuju Komplek Angkor Wat-nya itu gimana? Apakah sopir tuk-tuk bekerja seperti biasa saat Waisak? Dan bagaimana dengan Pub Street, buka seperti biasa atau tidak? Terima kasih sebelumnya. Salam.
LikeLike