Pajak Lagi Pajak Lagi

Maret sudah memasuki hari ketiga. Sama seperti tahun lalu, tiba-tiba saya tersadar akan kewajiban tahunan yang memusingkan pada setiap bulan Maret, yakni kewajiban menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Tidak perlulah saya memaparkan pentingnya pajak bagi pembangunan ya? Atau bahwa pajak yang dipotong dari penghasilan kita itu, selain diperuntukkan bagi pembangunan negara, sebagian di antara secara mengenaskan masuk ke kantong-kantong koruptor yang tidak bertanggung-jawab. ๐Ÿ˜€ Bagaimana pun pahitnya kenyataan penyelewengan keuangan negara, membayar pajak adalah bagian dari kewajiban kita sebagai warga negara yang tidak patut ditawar-tawar. Bagaimana kalau kita menyiasatinya dengan mengatur pelaporan tersebut sedemikian rupa sehingga tidak perlu membayar alias nihil, atau nominal yang dibayar ditekan seminim mungkin? Ah, itu kembali kepada Anda.

OK, kita asumsikan siap membayar pajak. Lalu apa yang berbeda tahun ini?

Jika menilik situs pajak.go.id atau menyimak iklan di media massa akhir-akhir ini, ada sistem layanan baru yang cukup menarik: pelaporan pajak secara ONLINE. Jadi intinya kita tidak lagi harus mendatangi kantor pajak atau drop box di tempat-tempat umum menjelang akhir bulan hanya untuk menyerahkan formulir SPT Tahunan. Semua dapat dilakukan dari rumah secara elektronik. Menarik kan? TIDAK!

Sistem layanan terbaru ini, meski diakui inovatif dan memudahkan sebagian besar masyarakat, nyatanya belum merupakan solusi menyeluruh karena baru menjangkau sebagian wajib pajak yang melapor menggunakan formulir 1770S atau 1770SS; alias para karyawan yang memiliki penghasilan tetap dari perusahaan saja. Bagi para pengusaha atau pekerja bebas seperti saya yang mesti melapor menggunakan formulir 1770 biasa, sistem online belum diberlakukan, entah apa alasannya. Saya menduga mungkin karena petugas pajak mesti memverifikasi setiap data yang masuk secara individu dan belum tersedia infrastruktur yang memadai bagi mereka untuk melakukan pengawasan secara elektronik pula.

sumber: bisnis-kepri.com

Jadi maaf-maaf saja, terobosan layanan Direktorat Jendral Pajak itu tidak saya sambut karena belum terasa manfaatnya bagi saya pribadi. Saya masih harus mengisi secara manual dan mengantri untuk menyerahkan formulir itu. Lalu kembali ke sistem pelaporan Online tersebut, apakah prosedurnya sudah 100% online? Ternyata belum. Masih ada keharusan meregistrasi nomor registrasi pengisian (e-FIN) dengan cara mendatangi kantor pajak atau lewat korespondensi. Untuk ย mengetahui tatacaranya, Syafrianto, seorang anggota deBlogger yang juga dosen Perpajakan merangkap konsultan pajak telah menjelaskannya untuk kita. Simak tulisannya di sini.

Iya deh, bayar pajak. *seret kaki ke kantor pajak*

Anda sudah siap-siap membayar pajak apa belum?

26 thoughts on “Pajak Lagi Pajak Lagi

  1. biarpun ngomongnya pada males, tetep aja satu kantor saya bolos barengan di jam kerja buat melaporkan SPT Tahunan.. modus tahunan… wakakakaka

    Like

    1. heheh masih bisa diurus kok. Gampang. Saya dulu ngurus NPWP di kantor pajak, antriannya jauh lebih cepat drpd di bank.

      Like

  2. saya tidak pernah mengisi SPT dan saya tidak punya NPWP, hehehe kok bangga jadi orang tidak tertib

    Membayar Pajak Bumi dan Bangunan yang ditarik melalui desa saja saya enggan, uang itu paling2 juga hanya dikorupsi. Dan nyatanya saya tidak pernah kena denda karena tidak banyar pajak ๐Ÿ˜€

    Like

  3. Kalo gaji udah dipotong pajaknya sekalian. Itupun kerasa tahun ini potongan pajaknya naik lumayan gede dari potongan pajak tahun lalu. Entahlah peraturannya apakah berubah atau gimana, yang jelas nominal take home pay-nya makin kecil. *mewek*

    Kalo bayaran nulis juga udah dipotong sekalian kan ya pajaknya, yang ada NPWP sekian persen, yang nggak punya sekian persen.

    Sedikit banyak, kasus korupsi pajak akhir-akhir ini memang bikin males bayar pajak.

    Like

    1. persentase pemotongan pajak di gaji bulanan seharusnya sama, atau bahkan lebih rendah utk mereka yg gajinya gede, karena sekarang plafon tertinggi penghasilan cuma dikenakan 30% (dulunya 35%). mungkin kenaikan itu terasa gede akibat gaji yg juga naik ya? hehe

      kalo bayaran nulis itu tergantung ahensi, seperti misalnya IB* gak mengenakan pajak lagi.

      Like

  4. yaoloh…ganti template lagi ?
    ๐Ÿ˜€

    soal pajak, so far sih dibayarkan kantor..tapi sekarang kan sudah tidak punya kantor dan tidak punya penghasilan..
    gimana dong..?

    mungkin langsung bayar ke Gayus aja kali ya..?

    Like

    1. meski udah gak punya kantor, pelaporan mesti tetap mas bro. coba tanyain deh, kalo statusnya skrg freelancer berarti mesti menghubungi kantor pajak lagi utk perubahan identitas.

      tenang aja, gak harus bayar kok. terakhir penghasilannya masih dipotong pajak oleh kantor kan? berarti tetep tinggal melapor aja.

      Like

  5. Saya belum SPTan. Suka ndak nyadar kalau harus diingatkan membayar pajak. Hehehe, ndak kok. Saya akan bayar pajak, karena membayar pajak cara paling mudah untuk menunjukkan kecintaan terhadap tanah air.

    Like

  6. ehem..
    pernah bisik-bisik sama orang pajak yang nangani sistim untuk e-spt ini. Waktu itu mamie komplen, banyak bugs nya, dan mereka mengaku katanya karena undang-undangnya saja kadang tumpang tindih, sistem jadi gak nyambung.. so gitu deh ๐Ÿ™‚

    Like

  7. Saya bingung neh, kok bisa2nya PBB saya tidak dpt saya bayarkan sejak tahun 2011-2012. Padahal pd tahun2 sebelumnya saya mudah bayarnya melalui Bank BNI. Adaapa ini? Oh ya lokasi rumah saya ada di Gunung Putri.saya sdh tanyakan ke Rtnya, jawabannya jg sama saya jg belum bayar pajak bu…? Sejak th 2011. Capek deehhhh…..!!!!

    Like

    1. untuk PBB, kalo bisa bayar pajaknya langsung ke kantor pajak bu. biar dapat tanda terima asli dari kantor pajak, bukan hanya sekadar struk ATM. dan jangan pula diwakilkan pihak RT. alasannya simpel: meski bank sudah online, tapi kantor pajaknya masih, … ah sudahlah ๐Ÿ˜€

      Like

Leave a comment