Did You Celebrate Valentine’s Day?

Lu ngerayain Valentine gak?

Pertanyaan itu menjadi highlight di kelas saya sepanjang minggu lalu. Pertanyaan ini menjadi hangat untuk diperbincangkan karena memang perayaan Valentine baru saja lewat, dan seperti biasanya di Indonesia, kontroversi selalu menyertai, terutama dari para orang tua atau penganut agama tertentu yang merasa bahwa perayaan yang berasal dari Barat ini berpotensi merusak pergaulan para remaja dan mengarah ke seks bebas. OK, perdebatan boleh hangat di media massa dan online. Namun bagaimanakah murid-murid saya memandangnya?

“Saya cuma ngasih coklat ke cewek saya di sekolah” Gerard, kelas 3 SMP

“Saya bertukar coklat dengan cewek saya”Jared, kelas 3 SMP

“Saya menghadiahkan coklat ke banyak teman di sekolah, namun hanya menerima balik satu bungkus coklat”Clarissa, kelas 1 SMA

“Saya tidak merayakan Valentine karena tidak punya cewek/cowok”sebagian besar murid SMP-SMA di kelas

Jadi itulah pendapat sebagian murid SMP dan SMA di kelas General English yang saya tanyai. Menarik bahwa mereka hanya mengasosiasikan Valentine dengan coklat dan bukannya perayaan hura-hura seperti yang dikuatirkan banyak orang. Ketika diskusi kami lanjutkan, ternyata sebagian besar murid tidak merayakan Valentine atau hanya memberikan coklat dikarenakan adanya batasan yang jelas dari para orang tua. Pun ketika saya menanyakan hal yang sama kepada sekelompok murid SMA yang mengenakan tutup kepala, alasan mereka tidak merayakan Valentine adalah lebih karena larangan orang tua dan tidak dikaitkan dengan agama tertentu. Ini menunjukkan bahwa peran orang tua menjadi kunci dalam pergaulan anak-anak mereka.

Lalu bagaimana dengan kelas Business English?

“Saya berdagang coklat dan untung banyak”Todd, kelas 1 SMA

“Saya tidak lagi merayakan Valentine karena sudah setiap hari merayakan kasih sayang dengan suami”Petunia, pegawai BUMN

“Valentine? Basi”Odelia, pegawai swasta

“Boro-boro Valentine. Istri ulang tahun aja saya suka lupa kasih selamat. Paling ke restoran bareng keluarga.”Wayne, pegawai pabrik

Hah, paling tidak ini semakin menguatkan dugaan saya bahwa meski kampanye Valentine gencar digaungkan di mall-mall, nyatanya di grassroot perayaan ini tidak pernah menjadi budaya masyarakat Indonesia pada umumnya dan hanya ditanggapi sambil-lalu. Paling tidak saya bangga dengan murid-murid saya yang meski masih duduk di SMP sudah mempunyai filter pemikiran yang cukup tentang mana yang boleh dan mana yang melampaui batas. Kemudian setelah sang remaja beranjak dewasa, umumnya perayaan itu ditinggalkan karena dianggap sudah terlalu alay.

Kalau saya ditanya pertanyaan yang sama, jawabannya: Tidak; terakhir kali saya ke pesta Valentine adalah kelas 2 SMP dan setelah itu perayaan tersebut sudah gak keren lagi. Hehe.

Apakah Anda merayakan Valentine? Ditunggu sharingnya. πŸ˜€

===

Sumber gambar: inquisitr.com, layoutsparks.com

37 thoughts on “Did You Celebrate Valentine’s Day?

  1. sebenernya seumur umur ga pernah bener-bener yang merayakan valentine.. paling kena euforia dapet coklat dari pacar yang saya bales dengan kasih bunga mawar metik di halaman rumah… hahahahaha

    Like

  2. Saya menjadi penonton perkembangan budaya pop metropolitan saja. Industri hiburan memerlukan sesuatu untuk membungkus suatu acara agar dagangannya laku keras, termasuk dagangan kondom ^_^

    Like

  3. valentine?gaklah ya…tp klo inget valentine aq inget anakku yg mau d ksh nama sm omnya SITI VALENTINUL,hehe…untung gak aq setujui

    Like

  4. saya termasuk yang anti Oom..bukan sekedar nggak merayakan aja, tapi sebel saat hari Palentin, semuanya ajdi serba lebay, sampai bikin demo anti seks bebas dan konon katanya penjualan kondom meningkat…huftt…kayak ngga ada hari lain aja. kalau mau nge-seks mah kapan juga bisa, ga mesti palentin. kalau mau demo anti seks bebas, kapan juga bisa, ga mesti palentin…hahaha *jadi sewot* LOL

    Like

Leave a comment