Setelah ‘menghilang’ seminggu lebih akhirnya saya bisa kembali online. Apa kabar? Minggu lalu saya memang sempat tidak dapat dihubungi dikarenakan sedang berada di Papua. Kok bisa? Sebenarnya semua terjadi secara kebetulan saja. Berawal dari membaca timeline Twitter yang mengabarkan lowongan penerjemah temporer untuk sebuah proyek di Fakfak, Papua Barat dengan persyaratan khusus ‘tidak mabuk laut’. Setelah menghubungi kontak yang tertera dan kemudian diteruskan ke kliennya, saya lalu mendapat sedikit gambaran tentang proyek itu. Terus terang saya takut juga karena terpikir satu hal: saya tidak bisa berenang. Lalu bayaran yang dijanjikan sebenarnya kecil, tidak sesuai dengan kompetensi yang saya punya dan jenis pekerjaannya yang menuntut kita siap setiap waktu membuat saya ragu. Namun terdorong oleh keingintahuan melihat Papua dan segala petualangannya, apalagi tiket pesawat gratis, saya mengiyakan. Berat juga konsekuensinya karena saya harus membatalkan trip ke Bali di minggu yang sama. Terlebih lagi informasi yang saya terima seputar proyek ini sangat minim. Namun seperti biasanya saya yang kalau melakukan perjalanan selalu impulsif dengan persiapan seadanya, saya pun berangcuttt!
Tiba di bandara Soekarno-Hatta, Jakarta sekitar pukul 23.00 di hari Jumat (11/11) untuk bertemu klien, akhirnya kami berangkat ke Ambon dengan Lion Air pukul 01.30 (12/11). Senangnya bukan main karena inilah kali pertama saya menjejakkan kaki di Ambon yang merupakan daerah asal-usul keluarga saya meski cuma di bandara Pattimura. Namun romantika di pinggir Ambon ini tak berlangsung lama; kami harus bergerak cepat karena pesawat Wings Air ke Fakfak berangkat kurang dari satu jam kemudian.
Untuk selanjutnya biarkan gambar saja yang bercerita:
Setelah menempuh sekitar satu jam penerbangan dari Ambon, kami tiba dengan selamat di Fakfak sekitar pukul 09.00 WIT. Bandar Udara Torea nampak sederhana dengan gerbang yang berukiran khas Papua. Pengaturan di bandara cukup lambat meski tidak sampai semrawut.
Orientasi
Fakfak adalah ibukota salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat yang juga dijuluki ‘Kota Pala’. Menurut informasi Wikipedia, penduduk kabupaten ini berjumlah 50,584 jiwa (sensus lama tahun 2000) dan merupakan salah satu kota tertua di Papua yang didirikan pada tahun 1900. Hal unik yang saya temukan di Fakfak adalah tingkat peradaban dan asimilasi yang sangat tinggi; ini dibuktikan dengan mayoritas penduduk kota yang memeluk agama Islam dan masjid-masjidnya yang sudah berdiri sejak abad ke-17. Selain itu agama Kristen juga memiliki penganut yang besar di sini dengan gereja-gerejanya yang megah. Penduduk Fakfak mencerminkan asimilasi yang kaya tersebut sehingga agak sukar menemukan wajah-wajah tipikal Papua yang berkulit legam dan berambut keriting pendek. Saya malah dengan mudah menemukan wajah-wajah Maluku di sini; penduduk Pulau Seram memang banyak yang berpindah ke wilayah ini sejak ratusan tahun lalu dan beraktivitas di segala kegiatan perekonomian. Masyarakat Tionghoa kebanyakan bermukim di sekitar pelabuhan dan membuka toko-toko kelontong serta mini market dan saya melihat paling tidak ada satu kelenteng Konghucu di Jalan Izak Telussa.
Kontur kota Fakfak adalah berbukit-bukit seperti tangga dari laut sehingga kaki langsung harus mendaki ketika kita bergerak menjauhi pantai. Terdapat dua teluk yang salah satunya digunakan sebagai pelabuhan dan di seberang kota terdapat Pulau Panjang yang seolah melindungi seluruh kota dari serangan ombak besar Laut Seram.
Berikut adalah peta umum Kabupaten Fakfak dan Distrik Fakfak Kota (sumber gambar: Telecenter Fakfak).
Aktivitas Kota Fakfak siang itu cukup ramai meski tidak sampai menimbulkan kemacetan. Tampak antrian panjang taxi (sebutan untuk angkot) di sebuah SPBU yang tutup. Saya menduga pasokan BBM di kota cukup terbatas sehingga terjadi penjatahan bahan bakar bagi kendaraan umum. Jalan-jalan di kota nampak cukup bersih dan terawat meski tidak terlalu lebar. Bagi para penggiat dunia maya yang berkunjung ke Fakfak, bersiaplah untuk menyeleksi prioritasnya dalam berkomunikasi; jaringan 3G tidak tersedia. Hanya dua provider telekomunikasi utama yang beroperasi di kota; saya tidak tahu apakah si ‘Biru’ sudah menyediakan layanannya di sini. Bank yang mendominasi kehadirannya di kota adalah Bank Papua, sementara bank lainnya yang tampak adalah Bank Mandiri, BRI, BNI dan Bank Mega.
Dua hari sebelum kedatangan kami, Fakfak dimeriahkan oleh Pemilihan Gubernur Papua Barat yang berjalan lancar tanpa insiden. Sisa-sisa kemeriahan di beberapa TPS masih nampak dan KPUD masih bekerja keras menghitung suara. Ah, terlepas dari keterbatasan komunikasi dan situasi politik lokal, saya lebih tertarik melihat-lihat kota.
Mengarungi Laut
Sayangnya saya tidak bisa menghabiskan waktu terlalu lama di kota Fakfak karena harus segera menaiki speedboat yang akan membawa kami ke salah satu distrik di Kabupaten Fakfak, yakni Distrik Karas, atau tepatnya ke wilayah Kepulauan Karas di distrik tersebut. Perjalanan laut ditempuh selama dua jam sebelum akhirnya tiba di Negeri Tarak, salah satu pulau di Kepulauan Karas. Di sinilah saya akan tinggal di sebuah kapal selama satu minggu.
Kehidupan bersahaja dan inspiratif pun dimulai. Tunggu cerita selanjutnya ya. Saya berikan potongan gambar spoiler dulu 😀
seru sekali, kakaaaaak!!! *duduk manis menanti postingan selanjutnya*
LikeLike
Oo baiklah. Etapi cerita soal break lebih seru kayaknya *ditimpuk kripik ceker*
LikeLike
woohooo, senjanya sampe warna agak pink gitu ya? tidak sabar tunggu cerita selanjutnya 😀
LikeLike
Iya, norak banget ya sunset pink aja diceritain. Hehe
LikeLike
masih ada lanjutannya?
nunggu lanjutan dulu deh baru komeng 😛
LikeLike
Errrrr
LikeLike
hehe, pantesan kita tidak bisa jadi bertemu di bali, ternyata mas bradley sedang jalan jalan di kampung halaman nya denias
jadi tidak sabar menunggu posting cerita berikutnya 🙂
LikeLike
Iya semoga bisa ketemu di kopdar berikutnya ya 🙂
LikeLike
Wah kok ceritanya cuma segitu??? Eini bikin penasaran aja deh, buruan bikin lanjutan nya #keplakbradley
LikeLike
iyee sabar ya. baidewei postingan tentang balikpapan dan palembangnya mana? *dudududu*
LikeLike
anjritttt…!!!
keren kakakkk..
Bali mah bisa kapan saja, tapi Fak Fak ? yang nun jauh di Timur sana..?
harus ada alasan kuat untuk bisa ke sana..dan dikau beruntung kakak…
LikeLike
terima kasih kakaak. hehe
LikeLike
Cantiknya.. Kadangkala saya ingin juga rest kat tempat2 sebegini.. Tapi tak tau bila agaknya….
LikeLike
semoga ada kesempatan 😀
LikeLike
ywd tak komen sekarang juga deh 😛
klo saya yang ditawari ke Papua gretong, ga digaji juga mau deh, soale ongkos ke sana aja sudah mahal ‘kan 😛 *biar dibaca sama yang nawarin kemarin terus milih saya karena banting harga hahahaha *
LikeLike
yaelahh merusak pasaran aja niiiiih
LikeLike
lhoo… kok ceritanya nanggunnggg… #kirim kripik ceker sidoarjo ^_^
LikeLike
pesen kerupuk udang juga ya *gak tau diri*
LikeLike
sungguh perjalanan yang mengasikkan, dari pekrjaan bisa jalan-jalan geratis pula.
apa saya bisa seperti ini om? hhe 🙂
saya tunggu cerita selanjutnya
LikeLike
tentu bisa 😀
LikeLike
Oom Brad……dirimu sampai jua di Tanah Maluku!!! *walau cuma di Bandaranya doank sich* yang bikin ngiri sich bukan sekedar itu, tapi tiket pesawat gratisnya itu loccccchhhhhh *nangis guling2an di jalan tol*
saya yakin, biru disana pasti masih biru, dan hijau disana pasti masih hijau. *tersepona* oh ya, saya agak bingung sama istilah distrik. Mungkin bisa disamakan dengan kecamatan kali yach di sini?
satu lagi yang biking ngiri -> dirimu sudah pernah mencicipi pesawat baling-baling *kyaaaaa*
*nunggu posting berikut*
LikeLike
hahaha sampe guling2 di jalan tol segala. iya memang saya beruntung banget waktu itu. tapi terus terang saya takut loh naik pesawat baling-baling
LikeLike
Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa mupeng
*berdoa* Tuhan tugaskan saya ke Fak fak lalu ke Raja Ampat yaaa ^_^
LikeLike
Amin 😀
LikeLike
jiah cuman se jam di bandara =_=
btw jangan khawatir, ada kalimat yang saya percaya “sekali injak ambon, insya allah akan balik lagi minimal 3 kali baru sah” :))
LikeLike
Iyaa kakak. Masih belum sungkem di depan Patung Pattimura & menceburkan diri di Pintu Kota 😦 Semoga kesampaian ya
LikeLike
Benar-benar luar biasa indah tanah Papua….
LikeLike
luar biasa! 😀
LikeLike
wow, tampak menarik, akan mencoba baca-baca seri per seri postingan Papua om brad 😀
LikeLike
ditunggu komentarnya setelah membaca 😀
LikeLike
Halo saya dari kota yg diceritakan diatas Fakfak papua barat. Emang kotaku ini tdk ada jaringan 3G. Pokoknya gadget mu versi apapun kalau msk kota Fakfak pasti kurang berfungsi. Tapi saya tetap bisa online kok. Oh satu lagu di papua khususnya fakfak ini tdk ada Pengemis,gembel , gelandangan dan sodara2nya. Yg perlu sobat waspada org mabuk cuman gak trlalu bnyak. Disini gak ada Mall, boro2 mall minimarket aja hnya satu. Tapi terlepas dari kekurangannya tetap donk cinta kota pala Fakfak
LikeLike