Mendadak Pantun

Berbalas Pantun (sumber: inioke.com)

Usai kemeriahan HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus lalu, giliran Provinsi Maluku yang merayakan hari jadinya pada tanggal 19 Agustus sebagai bagian dari delapan provinsi pertama Republik Indonesia yang dibentuk oleh Soekarno. Untuk merayakan momen bersejarah namun kerap dilupakan orang ini, teman-teman dari Arumbai mengajak para onliner ikut serta dalam Lomba Tweet #Maluku66 yang baru saja berakhir tengah malam lalu (mengikut Waktu Indonesia Timur).

Lomba yang bertujuan mengucapkan selamat atas Ulang Tahun Provinsi Maluku ke-66 ini sekaligus membuka kesempatan seluas-luasnya bagi para warga Twitter untuk berkreasi dalam merangkai kata dan bahasa. Lalu di tengah-tengah perenungan saya untuk ikut serta dalam lomba itu, tiba-tiba saja terbersit ide untuk merangkai pantun. Sesuatu yang belum pernah saya lakukan. Apa itu pantun dan bagaimana jadinya?

Sebenarnya saya sudah lama mengenal pantun sejak SD sewaktu TVRI menayangkan acara “Berbalas Pantun” secara rutin. Budaya yang ditampilkan di acara itu jelas Melayu, namun saya masih ingat almarhum Opa saya pernah berkata bahwa budaya pantun tidak hanya milik masyarakat Melayu melainkan di Ambon juga ada. Beliau lalu menyebutkan sebuah pantun yang hanya saya ingat dua baris terakhirnya: “Nona ini yang saya kepingin, dari dulu sampai sekarang.” Dan ternyata benar, budaya pantun tersebar di seantero Nusantara dan bukan milik masyarakat Melayu saja. Kemudian sewaktu saya bersekolah di jenjang lanjutan, dalam kelas Bahasa Indonesia saya belajar bahwa struktur pantun terdiri atas dua bagian pokok yakni sampiran dan isi. Sampiran (1-2 baris di atas) berisikan keindahan alam atau pemikiran secara umum dan belum tentu berkaitan langsung dengan isi. Sedangkan Isi (1-2 baris di bawah) merupakan tujuan utama dari pantun tersebut. Pada budaya tertentu, kemahiran berbalas pantun dianggap menegaskan intelektualitas seseorang dan akhirnya menentukan pula kelangsungan adat-istiadat setempat.

OK kembali ke konteks awal. Jadi ceritanya saya tiba-tiba ingin membuat pantun untuk merayakan hari jadi #Maluku66. Namun saya menyadari ketrampilan saya nol dalam berpantun sehingga hanya mengandalkan ingatan pelajaran sekolah saja dalam menciptakannya. Saya ingat bagian sampiran dan isi, dan bahwa rima-nya harus tetap terjaga. Ternyata membuat pantun tak semudah yang saya kira. Namun akhirnya berhasil juga saya tweet beberapa pantun ciptaan sendiri, dan saya bangga dengan pencapaian bersahaja itu. 😀 Tentu kualitasnya masih jauh dari baik namun OK-lah untuk pemula. Saya bagikan sebagian di sini ya, awas jangan ditertawakan. 😀 Oleh karena dalam kerangka ikut lomba, maka pesan sponsor #Maluku66 turut serta namun ada pula yang murni curahan hati pribadi #uhuk. Berikut pantun-pantun tersebut.

Bakar sagu ditiup angin, asapnya laju ke batu karang. Maluku maju saya kepingin, dari dulu sampai sekarang #Maluku66

Pulau Pombo musim kemarau, ombaknya putih merapat-rapat. Maluku jauh ditinggal rantau, di sana juga hati tertambat #Maluku66

Tanta minta minyak tana, bangun Maluku hai putra tana #Maluku66

Buang sauh, kelasi berjaga. Meski jauh, beta Maluku juga #Maluku66

Lenso Sawai dipadu padan, harmoni merdu romansa cinta. Meski usia mengurung badan, bangun Maluku impian kita #Maluku66

Main kelereng di poris rumah, sambil bernyanyi bersuka-suka. Meski Maluku jarang terjamah, sentosa warga mesti kemuka #Maluku66

Total enam pantun bertema Maluku saya hasilkan dalam semalam. Not bad at all. Selanjutnya ada lagi pantun yang saya ciptakan untuk sekadar iseng:

Tadah madu di Kayuringin, sarangnya jatuh ke air payau. Demi kamu yang saya pingin, menghela malam bergalau-galau =))

Ah, saya jadi bersemangat untuk melakukan eksplorasi lebih jauh tipe karya sastra ini.

Di atas dian nyala pelita

Terang penjuru ia bagikan

Demi menjunjung budaya kita

Sudahkah pantun Anda bawakan?

29 thoughts on “Mendadak Pantun

  1. “Di sini kosong di sana kosong
    tak ada batang tembakau
    Bukan saya berkata bohong
    ada katak memikul kerbau.”

    “Jual bayam pembeli tali
    tali hilang di atas atap.
    Sejak ayam menjadi polisi
    banyak elang yang tertangkap.”


    “Pohon manggis di tepi rawa
    tempat orang mengadu banteng.
    Nenek menangis sambil tertawa
    melihat kakek main kelereng.”

    berburu ke padang datar
    dapat rusa belang kaki
    berguru kepalang ajar
    bagai bunga mekar tak jadi

    Like

    1. heiiii, ini kan dari buku pelajaran Bahasa Indonesia SD duluuuuuuuuu. saya masih ingat sekali kumpulan pantun ini. Kelas 2 atau 3 ya itu deRus?!!

      Like

  2. Kirain judul ‘mendadak pantun’ terinspirasi dari sinetron putri yang ditukar .. wkwkwkwk

    pohon kelapa di pinggir pantai
    ada nelayan pulang magrib
    siapa sangka saya berpantun subuh hari
    aduhai semoga kita jadi sahabat karib

    wkwkwkwk ngetes…

    Like

    1. Hehe saking semangatnya, pantun yg sama diposting dua kali ya. Itu jumlah suku katanya sudah lumayan seimbang, cuma masih belum berima. Ah, saya juga masih pemula kok.

      Tapi saya suka sampiran dan isinya. Very nice. Terima kasih ya 😀

      Like

  3. orang Karo juga suka berpantun, tapi saya tidak bisa 😀
    ini saya kutip dari forum karo hehehe

    Bulung birah bulung parira
    Rimo mungkur mbelah itaka
    Pulung me sendah kita kerina
    Meriah ukur ersada

    artinya? nantikan setelah iklan berikut ini haahahha

    Like

  4. Sungguh segarnya hijau warna belalang
    Bagai cerahnya warna benang tenunan
    Aih kagetnya bukan alang-kepalang
    Tiba2 Bradley pantun-pantunan

    Santun sangat pengrajin keramik
    Berselendang merah memakai pita
    Pantun memang paling asik dan unik
    Apalagi buat anak muda remaja seperti kita #eaaa

    Tiba2 jadi inget masa2 pramuka #eh

    Like

  5. saya menyimak ajalah om lagi ga ide buat berpantun 😀
    tapi saya paling suka pantun ini

    Tadah madu di Kayuringin, sarangnya jatuh ke air payau. Demi kamu yang saya pingin, menghela malam bergalau-galau =))

    sebagai penganut galauism wkwkwk

    Like

  6. Tiap petang makan kuini
    Kuini dijual anak yang santun
    Tidak menyangka awak ini
    Om Brad keren bikin pantun

    Memang budaya pantun tidak hanya milik Melayu. Ditiap daerah mungkin punya budaya membuat pantun ini tapi dengan nama lokal, seperti pantun orang Karo yang ditampilkan Nique.

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s