Ya, benar sekali dugaan Anda. Saya memang membaca novel Brunei. Sudah ada 3 buku yang saya koleksi, terdiri dari 2 novel dan 1 kumpulan cerpen. Awal saya mengoleksi ketiga buku tersebut sebenarnya tidak sengaja ketika saya berkunjung ke pameran buku 2-3 tahun lalu di Jakarta dan Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei membuka stand-nya. Yang menarik perhatian saya adalah harga buku-bukunya yang luar biasa murah: novel setebal 120 halaman dijual dengan harga Rp 10,000.- saja (setara 1.20 US Dollar). Ah saya ingat kalau DBP Brunei adalah sebuah badan pemerintah yang tentunya wajar memberi subsidi pada buku-buku terbitannya sendiri demi memajukan ilmu pengetahuan dan sastra lokal. Jadilah saya membeli 1 buku, yang kemudian malah diberi bonus 1 buku lain yang lebih tebal. 😀 Tahun berikutnya saya bertemu lagi dengan stand itu dan saya menjumpai lagi buku-buku murah meski tidak ada bonusnya. Jadilah ketiga buku itu saya koleksi di rumah namun lama tak terbaca. Kali ini saya ingin mengupas satu buku saja dulu sekaligus memperkenalkan sekelumit sastra Brunei kepada pembaca. Novel berjudul Musim Cuti Yang Bererti karya Chong Ah Fok.
Dikisahkan ada empat belia remaja, Shahnon, Adli, Farah, dan Linda Chong yang kesemuanya sedang menuntut ilmu di Universiti Brunei Darussalam bersepakat mengisi liburan semester mereka dengan kegiatan sosial pendidikan dengan cara membantu anak-anak kampung setempat yang tidak mampu mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir darjah 6 (setara kelas 6 SD). Usaha mereka pada awalnya berjalan mulus dengan adanya kerjasama yang baik dengan sekolah dan ketua kampung dan berhasil mengumpulkan 10 anak tidak mampu untuk diajari Matematika, Bahasa Melayu, Bahasa Inggris dan Sains/Sejarah. Namun tantangan kemudian menghadang ketika polisi datang dan menutup kelas mereka karena dituduh berkegiatan tanpa izin pemerintah. Akhirnya terbukalah cerita bahwa semua berawal dari pengaduan seorang warga kampung yang tidak suka dengan kegiatan itu dengan alasan mengganggu kegiatan bisnisnya.
Chong Ah Fok, menurut bio yang saya baca, adalah seorang warga Brunei keturunan Tionghoa yang berprofesi sebagai guru Bahasa Melayu di sekolah menengah. Selain itu beliau juga telah menghasilkan 4 novel, 20 sajak, dan 45 puisi sepanjang karirnya dan telah diterbitkan di pelbagai media lokal. Baktinya terhadap dunia sastra Brunei telah diganjar serangkaian penghargaan bergengsi di negara tersebut. Novelnya yang berjudul Musim Cuti Yang Bererti ini adalah terbitan tahun 2008 dan merupakan salah satu dari puluhan tulisan yang masuk ke meja DBP Brunei dalam Peraduan Menulis Novel Remaja dalam rangka 45 tahun Bahasa Melayu dalam Perlembagaan Negara Brunei Darussalam.
Untuk ukuran novel yang menjadi pemenang lomba, saya menilai karya ini tidak begitu istimewa. Diawali dengan alur cerita yang berjalan sangat lambat dan bertele-tele serta konflik cerita yang tidak dikembangkan dengan baik dan cenderung ‘biasa saja’, bahkan akhir cerita sudah bisa tertebak sebelum saya menyelesaikan setengah bukunya. Membaca novel ini seperti membaca cerita remaja Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1980-an, yang kesemua karakternya baik-baik tanpa cacat cela, tutur kata dan budi mereka luhur dan patut menjadi teladan anak bangsa. Sarat pula dengan puja-puji terhadap pemerintah.
Namun di situlah saya berdamai dengan pemikiran saya. Indonesia memang tidak bisa disamakan dengan Brunei. Demokrasi dan kebebasan berpikir yang kita anggap maju sejak Reformasi, ternyata dianggap terlalu melenceng dari kaidah pemikiran negeri-negeri tetangga. Yang berlaku di negara-negara jiran adalah kesantunan berpikir dan bertindak, meski harus dibayar dengan ketiadaan kebebasan dalam berunjuk rasa. Atau mungkin karena hampir semua terbitan lokal Brunei dianjurkan pemerintah sehingga tidak ada ruang untuk berekspresi terbuka?! Entahlah. Yang jelas tidak adil jika saya sudah menilai keseluruhan dunia sastra Brunei melalui satu buku saja. Semoga dua buku berikutnya dapat saya baca ulang dan tulis review-nya, dan juga boleh membaca lebih banyak karya lain. Untuk sementara, paling tidak buku Musim Cuti Yang Bererti dengan segala kesahajaannya ini telah menjadi hiburan tersendiri bagi saya.
Buku apa yang sedang teman-teman baca atau baru selesai membacanya?! Ditunggu sharing-nya. 😀
boleh pinjam tak? 😀
LikeLike
gak boleeeeh 😛
LikeLike
Hmm salut bs namatin novel klo bertele2, gue msh udh gue tinggal 😀
Just finish a novel by Ayu Utami, Manjali dan Cakrabirawa (yep gue rada telat bacanya hehe)
LikeLike
gue malah belum baca. lebih telat lagi dong ya 😀
LikeLike
om kalau boleh tahu nie. maksud dari konflik “konflik cerita yang tidak dikembangkan” itu bagaimana sih?
LikeLike
jadi maksudnya ceritanya itu datar. aduh gimana jelasinnya ya?! *garuk2 tembok* 😛
LikeLike
ywd klo g boleh *mewek di pojokan*
LikeLike
hehehe itu buku cuma satu-satunya, gak ada di toko buku. gimana dong?! *kedip2*
LikeLike
haha,,, si pembaca engga ngerasaiin konflik atau kebawa emosinya ke dalam konflik yg ditulisa pengarang itu ya maksudnya?
LikeLike
betul sekali 😀
LikeLike
jadi kira2 sastra Indonesia lebih maju ya dibanding negara jiran?
LikeLike
wohoo, itu statement terlalu jauh bro. saya belum pernah membaca karya sastra Malaysia, kecuali mungkin Upin-Ipin =))
LikeLike
Indonesia mah udah canggih. Meski banyak buku yang masuk kategori lebay untuk standar “good literature”, banyak juga yang menonjol meski bahasa yang dipakai lugas, ceplas ceplos, atau bahkan vulgar sekalipun.
LikeLike
itu juga gue rasain bener. mungkin karena masing2 pengarang berjuang sendiri tanpa bantuan pemerintah ya, jadi kualitaslah yg sepenuhnya menentukan.
LikeLike
Saya secara pribadi meminta maaf apabila selama ini ada
perkataantulisan yang kurang berkenan baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Semua itu karena kekhilafan saya sebagai manusia yang banyak kurang nya.Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan
LikeLike
sama-sama bro 😀
LikeLike
Sekarang saya sedang baca “Twenty Thousand Leagues Under the Seas”. Baru mulai baca. Entah kapan selesainya. 😀
LikeLike
Jules Verne! Classic. Me likey 😀
LikeLike
Minat yer brad baca novel.. Sy setakat ni memang tak pernah baca novel sebab panjang sangat..he3
EH, samalah theem blog kita.. 🙂
LikeLike
minat novel itu kadang ada kadang tidak juga.
eh iya, theme blog kita sama, tapi untuk sementara saja kan?! sebentar lagi kita berdua pasti bosan dan ganti pulak dgn yg lain 😛
LikeLike
Hehe, ya memang karena dunia penerbitan Indonesia is a cruel, cruel world. Untung gw bukan penulis buku. :))
LikeLike
Iya deh yg editor. Pasti galak ya bro?! Wakakak
LikeLike
ha3.. Betul tu.. Saya pun dah bosan..Ingat nak guna premium theme, tapi masih belum ada yang tertarik dihati..
LikeLike
soal theme itu kenapa selalu bosan ya? 😀
LikeLike
Indonesia sih banyak penulis novel, banyak orang kreatif, tapi masalah penerbitan masih kurang maju
LikeLike
begitukah? penerbit kurang maju maksudnya seperti apa ?
LikeLike