Saya, Internet & Gaya Hidup: Nekat Membuka Toko Online

Toko Online. Nama ini sudah menjadi buah bibir para penggiat online di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Impresi pertama yang kita punya tentang toko online adalah metode penjualan yang cepat, irit biaya, dan mudah mendatangkan uang. Dengan demikian toko online menjadi resep bagi para pengusaha yang seolah wajib dilakukan, mulai dari pengusaha muda dengan modal pas-pasan sampai pengusaha kakap yang terus berekspansi pasar. Saya pun, jujur, tergiur juga. šŸ˜‰

Di suatu hari di tahun 2008, saya berbincang-bincang dengan seorang kawan tentang kebosanan menjadi karyawan dan cara menambah penghasilan tanpa mesti mengorbankan pekerjaan utama masing-masing. Oleh karena ikatan jam kerja yang tidak boleh ditawar-tawar, maka opsi yang terlintas pada waktu itu adalah menjual barang dan memasarkannya lewat toko online. Masalahnya: kami berdua sama sekali tidak tahu bagaimana cara membangun toko online tersebut.

Pada waktu itu kami berkunjung ke banyak sekali toko online dan mendapatkan tiga gambaran besar toko online yang ada di Indonesia. Yang pertama adalah supermarket online yang menjual segala macam produk seperti furniture atau gadget. Etalase tokonya penuh dengan ragam produk tersebut dan pembeli dapat langsung melakukan transaksi secara online. Yang kedua adalah toko-toko yang khusus menjual 2-3 produk dari kategori yang sama seperti pakaian, batik, suvenir pernikahan, dsb. Skala toko seperti ini umumnya lebih kecil dari yang pertama karena ia menyasar niche market dan transaksi yang dilakukan jarang yang online; mereka lebih suka menaruh nomor rekening bank dan segala transaksi dilakukan terpisah. Yang ketiga adalah toko-toko online yang tidak jelas menjual produk atau jasa apa; toko-toko seperti ini memasang label “ANDA INGIN SUKSES” besar-besar namun ujung-ujungnya menjual produk e-book yang katanya dijamin akan mengantarkan saya ke gerbang kesuksesan.

Pada akhirnya kami memutuskan untuk membuka sebuah toko online yang kami anggap paling baik bentuk dan cara kerjanya. Berikut ini adalah beberapa catatan kesuksesan dan kegagalan kami.

1. Produk & Harga

Pada waktu itu kami memutuskan untuk berjualan meja komputer dengan pertimbangan ada supplier yang dapat dipercaya dalam hal kualitas barang. Kami tidak menjual segala macam produk oleh karena akan sangat sulit mengelola ragam produk dan stok yang hanya dijalankan oleh dua orang part-timer. Jadilah kami terjun ke niche market dengan harapan akan menggaet para pemilik warnet dan juga orang-orang yang tertarik akan model meja komputer kami yang unik.

Sesuai dengan karakteristik pasar niche, pembeli umumnya lebih mengapresiasi kualitas dan model daripada harga. Oleh karena itu kami berusaha semaksimal mungkin menjabarkan keunggulan produk tersebut di toko online kami serta menjanjikan akan memenuhi permintaan khusus bila ada pembeli yang menginginkan produk yang sifatnya customized. Dengan pendekatan seperti ini, penentuan harga yang sedikit di atas harga pasar menjadi tidak masalah.

2. Kemasan & Pengiriman

Faktor penting dalam berbisnis online adalah kemasan. Kami menyadari bahwa pelanggan membeli produk kami bukan karena melihat dan memegang bendanya di toko sehingga belum ada bayangan akan produk yang sebenarnya. Oleh karena itu kami sangat mementingkan faktor kardus kemasan. Produk meja komputer adalah produk knock-down; pembeli hanya akan menerima kardus berisi lembaran kayu dan aksesoris. Oleh karena itu kualitas kemasan dan ketersediaan manual menjadi kunci utama agar pelanggan tidak langsung merasa kecewa (bahkan merasa tertipu) ketika membuka kardusnya.

Untuk pengiriman kami berusaha sedapat mungkin mengirimkan sendiri apabila masih dalam wilayah Jabodetabek; pengiriman akan kami lakukan via TIKI atau PT. Pos Indonesia untuk tujuan luar kota.

3. Pembayaran

Fakta bahwa masyarakat Indonesia masih bersikap hati-hati dalam berbelanja di internet kami pahami. Oleh karena itu ketika kami mempublikasikan akun Paypal, nampaknya cara itu tidak berhasil. Pembeli masih lebih suka melakukan transaksi secara terpisah, yakni dengan mengirimkan uang ke rekening bank kami. Lesson learned: jangan terlalu berharap akan transaksi via kartu kredit.

4. Pembangunan toko online

Nah, di sinilah masalahnya. Pada saat itu kami buta tentang bagaimana cara membangun toko secara online. Yang kami tahu hanya program Joomla namun belum pernah mencobanya. Akhirnya kami menghabiskan waktu sebulan setelah membeli domain dan hosting hanya untuk membangun toko dengan mengikuti urutan buku panduan Joomla. Setelah akhirnya toko online tersebut sukses dibangun, baru kami sadar bahwa waktu sebulan itu terbuang percuma dan seharusnya dapat menghasilkan keuntungan andaikan kami tidak berlama-lama mengutak-atik website-nya. Lesson learned: jangan hanya terpaku pada pembuatan website.

5. Promosi

Kami menemukan satu keunikan lagi dari perilaku konsumen yang membeli meja komputer kami. Para pembeli umumnya datang setelah melihat iklan yang kami pasang di beberapa situs iklan baris gratis. Ketika kami memasang iklan lewat cara ‘tradisional’, yaitu lewat Harian Kompas, responnya justru mengejutkan: pelanggan mulai menelepon hanya beberapa jam setelah koran itu terbit. Lesson learned: jangan mengabaikan keampuhan iklan baris. šŸ˜€

Lalu bagaimana dengan pemanfaatan social media? Pada tahun 2008-2009 lalu yang sedang booming di internet mungkin hanya Facebook. Sadar bahwa kami tidak suka apabila orang-orang berjualan dengan cara menge-tag kami di foto produk mereka, kami menghindari metode itu. Memang pada waktu itu kami belum menyadari sepenuhnya akan peranan social media untuk mendukung pemasaran. Lesson learned: gunakanlah social media dalam pemasaran dan berinteraksilah secara positif dengan pelanggan Anda.

6. Online vs. Offline

Hal ini menjadi salah satu kelemahan kami pada waktu itu. Setelah toko online terbangun dan pelanggan mulai mengetahuinya, kami kurang tanggap dalam mengubah cara merespon permintaan pelanggan. Sering kali email yang masuk terlambat dibaca karena kami belum terbiasa membuka email di saat sedang mobile. Ketika akhirnya email itu terbaca keesokan harinya, pelanggan sudah beralih ke toko lain. Lalu yang juga tidak kami lakukan adalah menyeimbangkan promosi online dengan offline; kami tidak memasukkan penawaran barang ke toko-toko atau berpromosi saat ada event-event khusus. Portal kami memang mendatangkan trafik yang cukup lumayan, namun trafik itu belum berubah menjadi uang. Lesson learned: ubahlah gaya hidup Anda menjadi gaya hidup online, namun seimbangkan juga dengan strategi offline.

***

Setelah kira-kira setahun berjalan, kami menutup toko online tersebut. Ada pelajaran berharga yang kami dapat, yaitu bahwa internet “memang benar” dapat dijadikan lahan untuk mencari uang. Akan tetapi sesungguhnya penjualan online itu tidak ada bedanya dengan penjualan secara offline, yakni adanya interaksi antara pembeli dan penjual dengan produk yang real, bukan mengawang-awang seperti janji-janji kesuksesan. šŸ˜€ Toko online semata-mata hanyalah pemindahan platform berjualan agar etalase kita dapat dilihat bukan hanya oleh mereka yang lewat depan toko kita di pasar, namun juga oleh pembeli di tempat lain. Karakter pengguna internet di Indonesia yang belum terlalu percaya dengan transaksi online mengharuskan kita membuka jalur komunikasi ‘darat’ seluas-luasnya dan memberikan rekening bank untuk keperluan transfer.

Berkaca dari pengalaman lalu yang bisa dibilang nekat, saya berpandangan bahwa melakukan bisnis lewat internet masih menjanjikan. Buktinya banyak toko online yang mampu bertahan dan bahkan sukses dengan usahanya. Memang ada pula sekian banyak perusahaan dotcom yang sudah gulung tikar karena salah membaca momentum dan meleset dalam strategi. Namun satu hal yang mesti kita sadari, internet bukanlah tambang emasnya. Sebaliknya kita harus menjadikan internet sebagai media berpromosi dan meraih pelanggan. Untuk menghindarkan diri dari kegagalan serupa, maka perusahaan baru yang berniat berjualan online harus mempersiapkan business plan yang tepat. Mengutip kalimat Aria Rajasa dari gantibaju.com pada sebuah kesempatan seminar: “Treat it like a business.” Dengan konsep bisnis yang matang dan strategi pemasaran yang tepat, niscaya kita pun akan sukses. šŸ˜€

 

(Tulisan ini disertakan pada Bhinneka Blog Competition: “Saya, Internet, dan Gaya Hidup” yang diselenggarakan oleh Bhinneka.Com )

===

Sumber gambar: klik-kanan.com, rodale.com, freelanceswitch.com

46 thoughts on “Saya, Internet & Gaya Hidup: Nekat Membuka Toko Online

  1. hmm om brad pernah buka toko online..?
    saya kepengin lho, tapi belum tau apa yang mau dijual

    mudah2an kontesnya menang Om..
    saya menyusul.. *nunggu wangsit postingan* šŸ˜€

    Like

  2. berarti intinya mo jualan online/offlien kudu diseriusin,
    kaga bisa setngah2 šŸ˜›
    klo ngerjainnya di sisa waktu ya hasilnya ya sisa2 juga

    *yg jg pernahnyobain jualan online dan gagal*

    Like

  3. aduwh sayang sekali bro koq ga diteruskan toko ol nya…padahal banyak bgt keuntungan yg di peroleh dr toko ol loh…saya sangat merasakan itu…bukan sebagai pembeli tapi juga penjual nya hehehehe
    ayo dibuka lagi tokonya šŸ™‚

    Like

      1. boyeh…
        klo sekarang saya dan keluarga seh masih serabutan…mulai dari jual assecoris komputer, lulur, dsb ya pokoknya semua yg bisa di jual bagi saya bisa dijadikan JB via online selain JD aja seh wkwkwk

        Like

      1. oh iya mas, untuk menjawab pertanyaan mas di blogku, menaikan PR dalam waktu dekat tidak mungkin mas, krn google update berkala

        beda dengan alexa yg update 1-2 hari sekali, triknya adalah dgn blogwalking dan berkomentar, nanti kalau alexa sudah dibawah 300 ribuan, artinya blog kita lumayan kuat di Search Engine

        dan kalau itu terjadi, silahkan tembak keyword dgn menggunakan “keyword search tool”

        Like

  4. Wah mantap sekali tulisan ini. Pengalaman memang guru yang paling berharga. Apalagi buat saya yang baru berniat memulai bisnis berbasis online.

    Thanks bro, tulisan ini mencerahkan šŸ˜€

    Like

  5. Ooo…jadi ceritanya mau mulai bisnis online nih Oom..?
    butuh sebuah perencanaan yang matang pastinya. benar banget, harus diseriusi seperti halnya kita menjalankan bisnis yang lain.

    semoga sukses ya..
    šŸ™‚

    Like

  6. saya baru tau abang dulu pernah punya toko online
    ga pengin dikembangin lagi bang?
    terimakasih banget udah share pengalamannya bang

    anyway, sapa bilang saya jarang maen di blog abang?
    saya sering banget malah nongkrong disini
    ya gapapa dong kalo cuma sekedar membaca tapi ga ngasih komentar

    hehehe maaf oot dikit šŸ™‚

    Like

  7. Hm hm…. saya manggut2 baca ini. šŸ™‚
    Nambah wawasan saya, siapa tahu nanti saya mau usaha juga. šŸ˜‰
    Jadi, apa sampe sekarang toko online Mas Brad masih ada?
    Pengen ke website-nya ni… šŸ˜€
    Dipasang dong banner-nya di widget. :mrgreen:

    Like

Leave a comment