FreSh: Inspiration Night

Setelah sempat menghadiri FreSh untuk yang pertama kalinya bulan Juli lalu, pada bulan September ini saya kembali datang ke event FreSh, tepatnya hari Rabu, 22 September 2010ย . Tema yang diusung kali ini adalah Inspiration Night. Sewaktu FreSh diadakan di Grha Citra Caraka Telkom Juli lalu saya datang sendirian karena para aktivis deBlogger rontok satu per satu, kali ini saya sukses meracuni 2 orang blogger Depok untuk datang, yakni Abdullah dan Hadyan, ditemani oleh Tamimi, teman kuliah Abdullah (sayangnya saya lupa menanyakan akun socmed-nya :p) yang berbaik hati menggunakan mobilnya (Thanks Tamimi). Di venue hadir pula Nagacentil yang datang langsung dari kantor namun kemudian buru-buru pulang secara misterius. Hehe. Oya, event kali ini tidak berlangsung di Jakarta namun di BSD City, Tangerang. Dekat sekali dengan Bekasi, bukan?! ๐Ÿ˜€ Wah, malam itu ramai sekali.

FreSh kali ini bertema pariwisata. Hadir sebagai pembicara adalah Nukman Luthfie yang menyoroti pariwisata dari kacamata membuka toko online, Panca yang membuka layanan paket wisata melalui 2 portalnya, dan Riri Riza yang menyoroti ekses pariwisata dari aktivitas produksi film. Yuk kita telaah satu-satu:

1. Menjual pariwisata lewat media online

Oom Nukman, panggilan akrab Nukman Luthfie hadir sebagai pembicara pertama. Sayangnya kita datang sedikit telat sehingga kehilangan momen-momen awal sharingnya. Namun dari sederet bisnis yang beliau kelola melalui perusahaan Virtual, saya sudah cukup kenal dengan portal toko online Juale yang memberikan kesempatan bagi pengusaha UKM memasarkan produknya lewat internet. Dari beragam produk yang dipasarkan melalui Juale, beberapa yang mendominasi adalah tekstil (utamanya batik), dan produk makanan.

Layanan portal ini bukannya tanpa hambatan; yang menjadi penghalang terbesar justru masyarakat Indonesia sendiri yang belum paham betul “budaya” internet dan belum sepenuhnya menaruh kepercayaan dalam berbisnis secara online. Di samping itu, produk yang biasa ditemui di toko-toko offline dan bisa dipegang dan diraba, hanya akan dapat ditampilkan secara 2D di toko online. Untuk itulah Oom Nukman menekankan pentingnya kemasan/bungkus; itu adalah kontrak pertama yang dilihat oleh pelanggan toko online. Layanan Quick Response (QR) yang menjadi ciri toko online harus mampu diantisipasi oleh pengusaha yang pada dasarnya memantau sendiri penjualannya (Juale hanya memfasilitasi pembangunan website). Kalau sebuah order diacuhkan oleh pemilik toko 1-2 hari saja, ia akan kehilangan momentumnya. Oleh karena itu seorang pengusaha yang memiliki toko online haruslah memiliki online lifestyle. Ini tidak diartikan kita harus makan-tidur di depan komputer ya. Namun paling tidak si pengusaha harus cepat mengetahui ketika ada sebuah inquiry masuk ke tokonya yang dapat dibaca melalui perangkat komputer atau handheld device. Lalu kemudahan cara pembayaran dan kepastian pengiriman juga menjadi faktor penentu suksesnya bisnis online.

Selebihnya cara kita berbisnis tidak ubahnya dengan bisnis dengan platform offline. Oom Nukman menjabarkan Marketing Life Cycle yang berlaku di dunia online, yaitu Learn – Relate – Attract – Engage – Retain. Ini tidak ubahnya dengan cara berbisnis secara offline dalam hal penarikan dan pemeliharaan loyalitas pelanggan. Yang saya tangkap di sini adalah bahwa media online tidak ย senantiasa menjamin lakunya produk kita di pasar (ada produk batik yang tidak laku, namun ada juga yang laris manis berjualan rendang kiloan). Namun paling tidak kehadiran kita di media online akan turut menaikkan bisnis kita di dunia offline, dan akan memudahkan calon pelanggan “menemukan” kita dan produk kita. Online presence, menurut saya adalah sesuatu yang bukan lagi bersifat opsional namun sudah menjadi keharusan.

Lantas apa hubungannya dengan pariwisata? Oom Nukman tidak menjembataninya secara rinci (mungkin juga karena mepetnya waktu), namun pada dasarnya produk-produk yang ditawarkan oleh dunia pariwisata juga selayaknya ditampilkan di media online. Yang saya catat adalah bahwa dunia pariwisata tidak ubahnya dengan toko online seperti yang dipaparkan oleh Oom Nukman, yaitu bahwa mereka pun harus mencatatkan kehadirannya di media online agar mudah ditemukan oleh para pelanggan yang memang targetnya dari mancanegara. Overall, presentasi Oom Nukman sangat inspirasional (seperti biasanya). Bravo, Oom ^^

Lesehan di FreSh. Mantap!

2. Mau liburan ke mana? Cari di internet aja!

Sesi kedua dibawakan oleh Panca Sarungu, seorang praktisi dunia pariwisata yang pernah malang-melintang sebagai manajer di jaringan hotel internasional. Ia lalu meninggalkan pekerjaannya dan memulai usaha sendiri di bidang pariwisata juga, yakni menawarkan paket-paket wisata MICE (meeting, incentives, convention, expo) dan romantic travel service melalui situs rajamice.com dan bulanmadu.com. Mas Panca memaparkan potensi pariwisata di Indonesia yang ingin ditawarkan pada calon turis di luar negeri sana dapat dijembatani oleh media online. Nah, sebetulnya yang Panca paparkan tidak jauh beda dengan beberapa prinsip yang ditekankan oleh Oom Nukman, yaitu bahwa bisnis offline dan online harus berjalan secara simultan; tidak bisa dengan hanya mengandalkan order dari media online. Panca sendiri aktif mengikuti berbagai expo pariwisata di dalam dan luar negeri untuk mempromosikan daerah tujuan wisata dan paket-paketnya.

Salah satu inovasi yang ditawarkan oleh Panca adalah Muslim Travel Service, yaitu layanan wisata bagi turis-turis Muslim dengan mengunjungi daerah-daerah wisata Islami sekaligus belajar tentang sejarah keislaman Indonesia. Inovasi yang sangat menarik. Namun inovasi saja belum cukup. Target pasar yang dibidik harus sesuai dengan paket wisata yang kita tawarkan. Banten misalnya, yang tahun ini merayakan 150 tahun terbitnya buku Max Havelaar karangan Multatuli, mempromosikan paket wisata Multatuli kepada turis-turis Belanda. Kemudian seorang peserta dari Sumatera Utara yang juga seorang pelaku usaha wisata keluarga di Danau Toba menceritakan bahwa ia menyasar turis-turis lokal oleh karena menurunnya trend wisatawan mancanegara ke Danau Toba. Jadi inti yang saya tangkap adalah: Customer Oriented. Lalu disinggung juga target kunjungan wisatawan pada tahun 2011 ke Indonesia sebesar 6,9 – 7,5 juta orang. Angka-angka ini harus pandai dimanfaatkan oleh pelaku usaha wisata untuk menarik kunjungan.

Namun ada satu hal yang mengganggu dari presentasi ini: Bahasa Inggrisnya Panca. Ia cenderung mencampuradukkan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Inggris. Namun berhubung istilah Bahasa Inggrisnya banyak yang keliru, jadinya justru gak keren. Saran untuk Panca: kalau memang audiens anda orang Indonesia, stick to the Indonesian Language. Anda akan terlihat lebih ciamik! ๐Ÿ˜€

Riri Riza

3. Tourism bukan sekedar image standar / postcard

Anda pasti sudah hafal dengan sosok berambut “ikal mayang” di atas kan?! ๐Ÿ˜€ Dialah Riri Riza, sutradara film dengan karya-karya besutannya yang kerap membuat orang menjadikannya “tonggak sejarah” perfilman Indonesia. Riri hadir pula malam itu untuk membagikan pengalamannya menyutradarai film Laskar Pelangi yang berlokasi di Pulau Belitung. Sharingnya dibuka dengan kalimat menyentil di atas: “Tourism bukan sekedar image standar / postcard.” Pekerjaan membuat film pada dasarnya adalah sebuah aktivitas yang melibatkan banyak tenaga kerja, industri, dan perputaran uang. Jika kita membuat film maka kita akan berurusan dengan penulis naskah, kru produksi, aktor, tenaga pasca produksi, sampai masyarakat sekitar yang daerahnya ketempatan syuting film tersebut. Demikian halnya dengan Laskar Pelangi: pulau yang tadinya jarang didatangi orang tersebut tiba-tiba bergeliat dengan kedatangan serombongan kru film sehingga turut menghidupkan perekonomian lokal. Setelah fenomena Laskar Pelangi berakhir, pemerintah lokal mencoba menghidupkan wisata Belitung dengan jargon “Negeri Laskar Pelangi” dan upaya tersebut sejauh ini berhasil meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, terutama domestik.

Di bagian lain sharing-nya, Riri memaparkan soal kota Rotterdam (dan banyak kota lain di dunia) yang memiliki komisi film kota yang salah satu tugasnya adalah mempromosikan kotanya agar dijadikan lokasi syuting film. Komisi film ini akan membantu memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada pihak produser film, dan jika skenario filmnya menarik, komisi film dapat turut menyumbang dana bagi pembuatan filmnya di kota tersebut. Nah, apa yang sebenarnya terjadi pada proses ini? Yang terjadi adalah justru pihak produser film akan membelanjakan uang jauh lebih banyak daripada kontribusi komisi film kota tersebut melalui penginapan, katering, penggunaan talent lokal, dsb. Sebuah ironi jika dibandingkan dengan perfilman Indonesia yang harus berurusan dengan serangkaian pajak, termasuk pajak untuk syuting film (baca beritanya di sini).

Oh ya, sedikit bocoran: Laskar Pelangi akan dibuat musikalnya. Info selengkapnya di sini.

Catatan akhir

Pariwisata ternyata tidak melulu berupa jargon “Visit Indonesia Year / Decade” seperti yang selalu didengung-dengungkan; bukan pula hanya terasa di objek-objek wisata dan fasilitas pendukungnya. Kita bisa mendukung pariwisata Indonesia dengan melakukan hal-hal yang kita suka: membuat batik, menjual rendang, bahkan membuat film. Nah, apa yang sekiranya Anda bisa lakukan untuk mempromosikan pariwisata Indonesia?

===

Image 1: FreSh! FB page

Image 2 & 3: @caturpw

34 thoughts on “FreSh: Inspiration Night

  1. Tulisannya lengkap sekali…
    Apa ya yang sudah saya lakukan? Hmm, jujur belum ada kalau untuk urusan pariwisata :”>
    Tulisan saya lebih banyak soal terorisme soalnya.
    Yang punya blog sendiri bagaimana nih? Hehehe..

    Like

    1. hehe mungkin dari blog soal terorisme itu bisa disampaikan ke pembaca bahwa Indonesia tetap aman utk dikunjungi?! ๐Ÿ˜€
      Saya sendiri pun ingin melakukan hal yg sama lewat tulisan.

      Like

  2. wow, lengkap mantap ini reportasenya… banyak ilmu yang bisa didapat…
    kebetulan @biangwebdotcom sedang ada proyek yang berhubungan dengan dunia per-travelan… semoga bisa berkembang ini websitenya karena sangat membantu bagi traveler2… =)

    Like

  3. Pariwisata negara kita bergantung dari banyak hal, termasuk juga dari peran serta masyarakat. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mempromosikan pariwisata kita. Bagi blogger, sudah tentu blog menjadi sarana paling efektif untuk melakukannya, baik berupa artikel, photo, dsb. Sudah banyak blog yang melakukannya, walaupun sayangnya masih sedikit yang berbahasa Inggris, sehingga tulisan itu cuma bisa dinikmati oleh blogger Indonesia sendiri. ๐Ÿ™‚

    Like

  4. wah, Oom..
    acaranya menarik banget tuh..emang benar kalau kita perlu untuk ikut bahu-membahu mengembangkan pariwisata dalam negeri. kita punya banyak potensi cuma sayangnya memang pemerintah kita masih kedodoran (untuk menghindari kata : tidak peduli) dalam mengolah potensi kita.
    nah kalau sudah begitu, kita sebagai warga harus berusaha mengambil alih tugas sebagai “duta wisata”

    Like

    1. nyadar gak kalo kita sudah mengeluarkan kata “potensi” sejak taun 80-an? sampai sekarang kita masih berkutat saja di potensi. pengembangan masih minim. setuju dengan pendapat anda, kita harus berperan lebih aktif sesuai kapasitas kita ๐Ÿ˜€

      Like

  5. Harus ada kepalanya, Oom!

    selama ini, pariwisata kita dibangun atas dasar teknik sporadis. Tau maksudnya kan yach? hehehe. Jadi, semua orang di Indonesia bahu membahu membangun pariwisata Indonesia ke arah yang lebih baik. Tapi ya itu, berjalan sendiri-sendiri, sporadis kali yach istilahnya. Jadi, airline menjual tiket-tiket promo, dishub membangun jalan atau kereta api, ibu-ibu membuka kios makanan ringan di lokasi wisata, swasta menyediakan taksi atau shuttle bus, pria-pria lokal menjual jasa ojek mereka, karang taruna memberdayakan pemuda dan pemudi lokal untuk membuat kerajinan tangan sekaligus souvenir kepada turis, hotel-hotel dibuka disana sini untuk akomodasi turis, peminjaman papan surfing, pembuatan tato, jasa tari-tarian dan upacara adat, pencetakan majalah-majalah wisata, dispar setempat mencetak peta wisata dan ifo-info lokal, hingga para blogger yang turut membantu menyumbangkan daya mereka terhadap pariwisata Indonesia *hihihi*

    tapi, semuanya itu berjalan sendiri-sendiri. Harusnya bisa beda kalau ada satu kepalanya yang menyinergikan itu semua. Semuanya bisa berjalan lebih baik dan terintegrasi, mulai dari pesan tiket, dapet peta wisata dan informasi, dapat shuttle bus umum (syukur-syukur kereta atau MRT), langsung check in ke hotel/losmen yang dituju, ada angkutan ke tempat-tempat wisata yang bisa diakses sendiri maupun tour, ada jasa pemandu, semuanya digampangkan pokoknya hingga si turis kembali ke hotel untuk check out dan kembali lagi ke negaranya.

    Tapi, HEY! ini Indonesia bung! hahahaha…entah yach, dalam hati kecil saya justru saya merasa ini serunya Indonesia. Semuanya bisa dijadikan ajang backpacking…hihihihi….wisatanya mostly wisata alam. *Kalau mau wisata kota Modern sich, jujur saja, bukan di Indonesia tempatnya, pergi aja ke Singaparna sana! hahahaha* Dan, ini justru kelebihan Indonesia! heheheehe…Saya cinta Indonesia ๐Ÿ™‚

    Like

    1. urusan sinergi itu saya gak komentar deh ya. moga2 ada perubahan aja deh. hehehe.
      tapi bener, Indonesia justru tambah menarik karena ada faktor “kejutan” itu tadi, yang akan menambah pengalaman travelling kita semakin berwarna. ๐Ÿ˜€
      udah gitu murah lagi kan. gak pake paspor, gak usah tukar uang.

      jadi kapan ke Ambon?! ๐Ÿ˜‰

      Like

      1. setujuuhhh!!!! ga usah pake passport, gak usah tukar uang, tapi begitu melakukan perjalanan katakanlah, 6 jam ke atas dengan bus, kita sudah berada di ruang waktu yang berbeda, dengan adat istiadat yang berbeda, dengan bahasa yang berbeda, dan orang-orang yang berbeda pula! hehehehe….

        Hmm….Oom Brad tertarik gak buat backpacking ke Ambon? Kayaknya seru nich kalau kita backpacking bareng. hehehehe. Waktunya masih dipikirin dulu yach Oom, soalnya duitnya itu loch. Hehehehe….

        Like

Leave a comment