Cileungsi – Bekasi, Juli 2010
Saya sedang duduk di bis dalam perjalanan pulang ke Bekasi. Tidak banyak penumpang yang menaiki bis pada malam ini sehingga kendaraan melaju lambat. Saya mendesah pelan-pelan karena hari semakin malam dan badan sudah lelah. Namun bis yang tadinya sepi pelan-pelan mulai penuh dengan penumpang yang naik di sepanjang perjalanan. Menarik sekali melihat para penumpang ini. Hampir seluruh penumpang yang naik di perjalanan adalah perempuan buruh pabrik. Saya yang tadinya mengantuk mulai terjaga mendengar celotehan mereka.
Biasalah kalau segerombolan perempuan berada di satu tempat, suasana pasti jadi meriah dan berisik dengan obrolan mereka. Pembicaraan mereka berkisar soal bis yang penuh sesak sehingga badan mesti miring-miring berdirinya. Lalu ada pula yang mengobrol tentang pekerjaan dan anak mereka masing-masing. Nah, yang paling menarik perhatian saya adalah ketika satu per satu dari mereka turun dari bis karena telah sampai di tujuan masing-masing. Hampir semuanya menyerukan kata: “Mampir, yuk!”
Mungkin sekilas kata ini terdengar biasa saja. Namun coba kita berpikir lagi, masih seringkah kita mendengar kata ini diucapkan di lingkungan sekitar kita akhir-akhir ini? Ungkapan “Mampir, yuk” ini mencerminkan budaya bertetangga dan bersaudara yang mulai luntur di negeri kita. Orang yang menyerukan kata “Mampir” ini secara tidak langsung mengirimkan pesan bahwa rumahnya terbuka bagi siapa pun yang ingin berkunjung untuk silaturahmi, tanpa perlu bikin perjanjian. Ya, karena “mampir” sifatnya adalah kunjungan informal yang spontan saja, bukan?!
Bagaimana dengan kita? Kalau kita kangen dengan seseorang misalnya, apakah kita akan langsung pergi saja ke rumahnya lalu mengetuk pintu tanpa membuat janji sebelumnya? Lalu kalau kita membuat janji bertemu di suatu tempat, apakah kita masih akan menjemput teman kita untuk berangkat bareng atau lebih enak jika langsung bertemu di mall?! Kemajuan teknologi memudahkan kita berkomunikasi dengan orang lain tanpa harus bertemu muka dengan mereka. Namun sayangnya hal ini menumbuhkan sikap lain, yaitu: rumah saya adalah privasi saya, tidak boleh diganggu.
Think about it 🙂
Sumber gambar di sini
kedengeran sepele, tapi bermakna ya..
alhamdulillah di lingkungan saya masih sering terdengar seruan ‘mampir yuk’ disertai senyum ramah…memang kebiasaan ini perlu dilestarikan..:)
LikeLike
betul sekali bu lita. Kebiasaan itu menunjukkan keterbukaan masyarakat kita.
Maen-maen dong ke rumah saya! 😀
LikeLike
mampir yuuk ke blog saya 😆
LikeLike
ahaha thanks kunjungannya. nanti saya kunjungi balik ya
LikeLike
Hmmm…. Budaya “mampir” ini saya rasa amat kekeluargaan sekali. Jadi, harusnya jangan sampe teknologi menghilangkan budaya ini. Harusnya teknologi memudahkan prosesnya. 😀 Contoh, mau ngundang temen2 ke rumah, tinggal tulis di wall fesbuk, ato pake twitter. Mudahnya bukan main. =D
Kayaknya, sejauh yang saya lihat di anime dan manga Jepang, budaya mampir ke rumah rekan kerja atau tetangga masih kental. Kalo di Indonesia, saya gak bisa berkomentar, karena saya yakin ada yang suka dan tidak dengan budaya “mampir” ini. 🙂
*saya sih mau2 aja didatangi ama temen ato tetangga, asal gak keseringan dalam sehari* 😀
LikeLike
di setiap negara pasti ada yg suka dan enggak sama budaya mampir ini mas.
*thanks udah mampir di blog saya ya. nanti saya mampir ke rumahnya juga deh*
LikeLike
Yups, kamu bener 🙂
Secara pribadi, saya termasuk golongan yang membuka rumah saya u/ sapapun yang mao berkunjung, walo (kadang) ada masanya memang saya butuh hibernasi dan bengonk2 sendiri tanpa gangguan sapa pun :p
LikeLike
wah jadi boleh dong saya main2 dan menggeratak isi kulkasnya. hehehe
thanks udah berkunjung ya. nanti saya kunjungi balik blognya
LikeLike
Budaya ramah tamah yang mulai hilang dari kebiasaan warga kita
LikeLike
kalo dibilang mulai hilang gak juga sih. buktinya para perempuan buruh pabrik masih menggunakannya kok. cuma di kelompok masyarakat tertentu aja yang hilang 😀
thanks kunjungannya ya
LikeLike
kata ” Mampir Yuk ” adalah kata yang sering saya katakan ketika saya bertemu teman yang berada dijalan. Tidak tau kenapa, mungkin ini hal spontanitas yang sering saya lakukan. Tapi itu adalah tradisi dari orang Indonesia yang ramah..:D
LikeLike
hehehe. Harry depoknya dimana sih? Saya mampir doong. hehe
LikeLike
kinjungan pertama kesini nih salam kenal mas
LikeLike
Waah benar juga tuh sob, ternyata kata “mampir” itu memang sekarang agak jarang kita dengar sebagai kunjungan silaturahmi, tetapi hanya sekedar datang dan melihat. Seharusnya mampir yang sebenarnya tidak hanya sekedar datang tapi juga menyambung silaturahmi… pesan yang bermakna sob
LikeLike
Indonesian culture is an eastern culture that filled with familiarity, so keep it up…
i like to link exchange with you, blog anda penuh dengan informasi yang berharga.. Salam kenal
Bila berkenan tukeran link yuk ? link anda sudah tertaut di blog saya…
Salam… 😀
LikeLike
sip. tukeran linknya udah saya laksanakan. 😀
LikeLike
Mampir ah ke markasnya opa Brad… 😀 minta makan (hungry)
LikeLike
eh nyamber aje. lomba blog depok udah jalan tuh. ayuk promosii
LikeLike
Kopdar Yuk *kalau ini beda ajakan loh*
LikeLike
Yuuuk. 😀
LikeLike
mampir ke blog saya yuuk..
*kalo yg ini gimana kang?hehe
LikeLike
tawaran yang menggoda 😉
LikeLike
iya ya, sayang sekali sekarang mulai jarang yang kayak gitu..
LikeLike